Selasa, 11 April 2017

Elmander



Menentukan pilihan pendamping hidup tidak semudah menentukan baju mana yang akan kita pakai hari ini. menentukan pilihan hidup artinya sedang membicarakan mengenai seluruh kehidupanmu, membicarakan hidup dan matimu, dan berbicara mengenai pasangan tulang rusukmu.
********
“kau tidak ikut masuk Faa??” kata kak Nur pada Assyifa.
“tidak kak, aku titip bungan dan buku ini saja. Aku hanya minta tolong agar memastikan dia membacanya nanti.” Assifa membalas dengan senyuman.
Assyifa terlihat sangat cantik hari ini, dia memakai dress tosca dengan paduan boleronya, dipadu padankan dengan kerudung tosca yang lebih cerah. Wajahnya yang berseri membuat setiap orang mempu bertahan untuk melihatnya lebih dari 5 menit. Syifa, panggilan akrab dari Assyifa Andining Sukma, perempuan dengan tinggi 162 cm dengan wajah keturunan blasteran jawa dan sulawesi yang manis. Wajahnya bersih dan terlihat cantik meski tak banyak make-up yang dia gunakan.
Dia memberi salam kepada kak Nur dan segera pergi dari gedung itu. Tersenyum manis sebelum senyum itu menghilang sepenuhnya dari wajahya. Sudah 2 tahun ini Syifa tidak berkomunikasi dengan Alex, terakhir dia berkomunikasi adalah saat Assyifa bertengkar dengannya.
Itu cerita yang sangat panjang. Saat itu Syifa memiliki seorang pacar, tapi hubungannya dengan Alex juga berjalan sangat dekat, sampai pada akhirnya, pacar Syifa tidak direstui oleh kedua orang tuanya dan memutuskan untuk mengakhirinya. Disamping itu, saat terakhir Syifa bertemu dengan kekasihnya, dia tidak mengatakannya kepada Alex dan mengingkari janji yang dia buat, sehingga membuat Alex begitu marah kepadanya.
“Anggap saja aku kakakmu saat ini.” kalimat terakhir yang akhirnya membuat Assyifa mengehntikan harapannya untuk bisa bersama Alex dengan restu dari kedua orang tuanya. Dan sekarang, Alex sudah menyelesaikan pekerjaan yang dulu pernah dibangunnya bersama temannya, dia sedang menghadiri sebuah grand opening dari perumahan yang dia bangun. Assyifa mengentahuinya dari kak Nur, dan memutuskan untuk mulai mencoba bertemu dengannya lagi. Assyifa baru memiliki keberanian untuk memberika buku itu saat ini, setelah berhasil bertemu dengan kak Nur setelah sebulan menetap di Makassar.
Syifa kembali meneruskan pekerjaannya dengan diam. Berharap semua akan baik baik saja. Dia sudah menyerahkan semuanya pada Tuhannya, dia tak ingin memikirkannya terlalu dalam, sekarang dia sudah bekerja, menuruti nasehat Alex dulu yang menyarankannya untuk memulai karirnya di Sulawesi.
************
Malam menjelang, jam ditangannya sudah menunjukkan pukul 5 sore waktu makassar, dia bergegas mebereskan barang barangnya dan pergi ke Al-Markaz. Dia suka kesana dan meminta ijin untuk menuju puncak Al-Markaz. Tempat dimana dia bisa melihat pemandangan indah kota Makassar dan jgua tempat dia bisa menyendiri. Sudah empat kali ini dia selalu pergi ke puncak menara, tapi dia tak pernah sekalipun bertemu dengan Syid di Al Markaz, padahal dulu ini adalah tempat dia beristirahat. Ada perumahan kecil yang dibangun di dalam area Al Markaz, disana dia biasanya menginap. Tapi setiap hari Syifa kesini dan tidak menemukan sosok Alex.
Gema adzan mebengung di telinganya, Syifa segera turun dan bukannya masuk ke dalam Al Markaz, dia malah pergi ke pantai Losari. Disana ada sebuah masjid yang dikenal dengan masjid terapung, memiliki dua tingkat yang dimana tingkat kedua bisa digunakan untuk melihat pemandangan anjungan Losari. Syifa beribadah disana, dan tiba tiba mendengar suara yang dia kenal, dia bertahan disana, mendengarkan setiap kata yang dilantunkan seseorang di depan mimbar. Alex. Tanpa berkedip Syifa menatap laki-laki yang tak lebih tinggi darinya itu. Dengan style khasnya menggunakan sorban di lehernya. Menyuarakan pesan-pesan Allah. Tanpa sadar, air mata turun dari pelupuk matanya, akhirnya dia menemukannya. Sudah cukup baginya untuk bisa menatapnya saja, tanpa harus berbicara dengannya.
“kamu kenapa ji?” tanya seorang tua di samping Syifa, dia khawatir melihat Syifa yang tiba-tiba menangis.
“tidak apa-apa, maaf boleh tau siapa yang berbicara di depan? Ceramahnya sangat menyentuh, saya hanya terharu mendengarnya.” Alasan Syifa.
“namanya Alex Elmander. Dia biasa dipanggil Alex disini. Sering bertugas juga di masjid ini, dan sering memberikan ceramah rohani. Kalau kau ingin belajar mengaji atau bertanya hal hal yang berhubungan dengan agama kau bisa menemuinya. Dia sangat sopan dan juga sangat membaur.” Terang ibu berusia berkisar 40 tahun itu. Sementara Syifa hanya mengangguk dan tersenyum.
Sesuatu melilit perut Syifa, yang membuat Syifa harus segera bergegas merapihkan rukuhnya. Dia segera berlari ke kamar mandi dan menhabiskan waktu hampir 10 menit disana. Dia bisa mendengar ceramah diakhiri dengan salam ketika dia baru saja masuk ke kamar mandi.
Begitu keluar, sudah banyak jamaah yang bergerombol keluar dari masjid, Syifa mencoba menerobos masuk, tapi begitu melihat kedalam, harapannya sirna saat tak ada sosok yang dia cari lagi. Syifa berjalan pelan menaiki lantai 2, menatap kearah laut yang lepas, entah karena dingin atau karena apa, air matanya kembali menetes. Tak ada orang di lantai atas, para jamaah memilih untuk pergi kebawah dan mendengarkan tausiah.
Isak pelan terdengar diantara lantunan ayat suci yang dibacakan orang-orang dilantai satu. Syifa tak kuasa menahan rindu yang masih dia pendam sejak 2 tahun yang lalu. Perasaan yang sudah dia kurung sekarang memaksa untuk keluar. Cinta yang dia pertahankan entah akan dia buang jauh jauh atau akan dia semikan disini.
“ya Allah. Buang perasaan cinta yang berlebihan dalam hatiku jika memang bukan dia imam keluargaku.” Do’a Syifa sambil menatap keluar jendela.
“menangislah sekuat yang kau inginkan nak, air matamu akan membuatmu merasa lebih lega.”
Seseorang mengagetkan Syifa, seorang kakek berusia sekitar akhir 60 tahun berjalan perlahan. Membuat Syifa segera menyeka air matanya dan tersenyum sendu.
“hanya sebuah kerinduan yang belum menghilang pak ustadz. Tak pernah dirawat tapi tetap tumbuh dengan baik.” Alasan Syifa sambil mengikuti ustadz yag dia kenal di bandara saat dia berangkat untuk interview dulu. Ustadz Ibnu, panggilan akrab orang yang dikenal sangat humble ini.
“mau mendengarkan cerita saya?” tanya Ustadz Ibnu sambil duduk du dekat jendela. Syifa mengangguk mengiyakan.
**************
Syifa turun dari lantai dua bersama Ustadz Ibnu dengan wajah yang lebih berseri, hatinya lebih tenang setelah mendengar cerita Ustadz. Dia tahu apa yang harus dia lakukan, meskipun tahu jika hasilnya itu menyakitkan dia tak akan bisa dengan mudah menghilangkannya.
-cinta itu datang dari Allah, sakit.pasti jika tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, tapi apa yang bisa kita lakukan? Cinta tak pernah memaksa karena cinta itu ikhlas. Jika kamu terhindar dari takdir yang kau ingin ciptakan, maka Allah sudah menyiapkan takdir yang lebih pantas untuk kau tempuh.-
Intinya bila cinta itu memang ikhlas, maka apapun hasilnya, jika Allah menghendaki kami bersama, maka kami akan bersatu bagaimanapun caranya. Dan bila kami tidak diridhoi bersama, maka perasaan ini akan tetap tersenyum dengan lepas saat melihat satu sama lain bahagia.
Itulah yang diyakini Syifa saat ini, meski dia tahu perasaannya begitu besar pada Alex, tapi dia tak bisa memaksakan apapun pada keadaan ini.
***********
7 hari berlalu setelah terakhir kali Syifa melihat Alex. Syifa sudah mengunjungi semua masjid yang beberapa tahun lalu pernah dia inginkan untuk datangi, dan sekarang dia kembali ke masjid apung, tempat dimana semua akan berakhir, setiap Syifa pergi kemanapun, dia pasti akan menyempatkan kembali ke masjid apung. Kembali ke tempat paling ujung yang berlawanan dari masjid apung, jajaran huruf yang ditata apik membentuk sebuah kata. Mandar. Suku dari orang yang dia cintai.
Syifa duduk di huruf A... bersandar sambil menatap laut lepas, pantai losari, atau yang lebih dikenal dengan anjungan Losari masih dipadati orang-orang, namun disudut ini tidak terlalu banyak yang tertarik. 3 nama suku Sulawesi yang paling terkenal adalah Toraja, sehingga posisinya di suku Mandar tak terlalu terusik.
“bisakah kami berfoto disini dulu, mungkin adek bisa pindah dari kata-kata mandar ini sebentar?” kata seseorang dari balik patung huruf itu, membuat Syifa langsung terloncat dan meminta maaf.
“iya... maaf... saya akan pindah....” Syifa segera mengambil tasnya yang ia letakkan di sampingnya, dan berhenti bergerak ketika melihat siapa yang sedang berdiri diatas tulisan Mandar dengan wajahnya yang diterangi cahaya rembulan.
“kak Alex?”
Alex melompat dari atas tangga dan turun tepat di samping Syifa.
“hai.....” sapanya sambil membenahkan rambutnya.
“hai...” jawab Syifa kaku.
Dingin masih menyelimuti mereka meskipun obrolan sudah berjalan hampir 30 menit. Masih sama-sama canggung setelah 2 tahun tak tahu kabari masing-masing. Dingin mulai mencair saat mereka memutuskan untuk menikmati pisang epe yang dijual di pinggir jalan pantai Losari. Setelah menikmati pisang epe, mereka kembali ke masjid apung untuk melaksanakan shalat Isya’ dan berhenti di jembatan masjid apung untuk sekedar menikmati pemandangan malam dan bercengkrama melepas rindu.
“aku dengar kau sudah bekerja disini?” tanya Alex disela candanya.
“yaa... alhamdulillah...... direspon dengan sangat cepat, ingat bapak bapak yang aku kenal di bandara dua tahun lalu? Beliau membantuku mencarikan rumah sakit yang aku targetkan. Kebetulan aku juga bertemu dengan Ustadz Ibnu yang juga membantuku.”
“syukurlah.... benarkan kalau kau lebih baik memulai karir disini?”
“yaa....” Syifa tersenyum dan mengangguk. “ouhhh... bagaimana kabarmu kak? Baikkah?? Keluarga? Karir?” tanyanya dengan gayanya yang khas, begitu ceria dan bersemangat, hal itu ditaggapi dengan tertawa renyah dari Alex.
“kau masih tetap seperti ini, berapa usiamu? 24? Tapi masih se-alay ini. kabarku sangat baik, karirku berjalan baik meski beberapa kali ada guncangan, alhamdulillah keluargaku juga sehat.”
“hei... jangan membicarakan masalah usia, kakak jauh lebih tua daripada aku, aku yang harusnya tanya sama kakak, kakak kapan menikah.” Tanya Syifa dengan tertawa terbahak-bahak, merasa sangat menang telak dengan Alex. Tapi semua berbalik saat Alex menjawab.
“ouh..... jangan salah, aku baru saja melamar.” Jawabnya dengan gayanya yang sok keren.
Bukannya membuat lelucon, malah membuat suasana hening seketika. Tawa Syifa terhenti diganti dengan kebisuan. 30 detik penuh Syifa terdiam, lalu tersadar saat Alex mulai merasa Syifa tak merespon jawabannya.
“ouh.... benarkah?? Kapan??” jawab Syifa terburu-buru.
“beberapa hari lalu. Mungkin 5 hari yang lalu. Aku akan kesana lagi dan membawa beberapa syarat lamaran.”
“oh..... waw..... great.... congrats ya.... hmmm...... aku akan menunggu undangan itu, aku sudah di makassar sekarang, jadi pasti aku akan datang. Meskipun aku pas berada di jawa, aku pasti akan datang sejauh apapun tempatnya. Aku akan bawa kado istimewa untu kalian. Yaa....” Syifa menepuk pundak Alex dengan pasti, sambil tersenyum dan tertawa tersendat.
**************
 “harapan. Keinginan yang begitu kuat dirasakan dalam diri seseorang. Diperjuangkan dengan tingkah laku, dan di percayakan dengan do’a. Siapa yang tahu kapan harapan akan terwujud, ataupun akan sirna. Jiwa yang tenang adalah jiwa mereka yang ikhlas, begitu sulit, tapi memang begitu seharusnya.”