Reno juga menjadi pegawai disalah satu kantor Mr. Anggara
sejak satu tahun yang lalu, dan diakuinya Mr.Anggara orang yang sangat
disiplin, cerdas, dan bijak. “dimana kamar Nara??” tanya Reno seketika.
“di kamar tamu bagian depan, tak pernah dikunci.” Jawab Iwan
cepat. “apa pekerjaannya sudah selesai?”
“dia bilang tinggal sentuhan akhir.”
“akan kubawakan tugas itu kepada Mr.Anggara. aku akan
berbicara padanya.” Reno meyakinkan keduanya. Meski awalnya merasa ragu Reno
bisa menghadapi Mr.Anggara, tapi akhirnya Iwan mengangguk. Reno segera
meninggalkan rumah sakit dan menuju rumah Iwan.
Tanpa buang waktu, Reno langsung melihat hasil rancangan
Nara. Sebuah kertas gambar besar bergambar rancangan sebuah rumah yang sangat
rumit. Perpaduan antara jawa klasik dan western. Reno melihat kertas
bertuliskan “harus dicapai” tertempel
di samping kertas gambar. Ada beberapa daftar yang sudah dicentang. Tinggal
satu. Interior dan tiga dimensi. Reno melihat komputer jinjing Nara yang
ternyata dalam mode sleep, langsung membukanya dan terpampang rancangan Nara
yang terkahir. Reno mulai memikirkan rancangan desain yang ingin Nara buat,
setelah mendapat ide, Reno langsung menambahkan beberapa sentuhan pada desain
pada program desain itu. setelah dirasa cukup. Reno langsung membawa kertas dan
komputer jinjing milik Nara.
“Mr.Anggara. saya kesini membawakan hasil pekerjaan Nara.”
Kata Reno saat sudah masuk keruangan Mr.Anggara. “tapi deadline sudah lewat 4
jam yang lalu.” Mr. Anggara melepaskan kacamatanya.
“tapi Mr.Anggara, Nara sedang kritis saat ini dan tidak bisa
datang. Tak bisakah Mr.Anggara melihat hasil pekerjaan Nara dahulu.” Pinta Reno
memohon sambil menaruh kertas desain milik Nara.
“apa yang akan kau lakukan agar saya melihatnya?” tanya
Mr.Anggara tajam. Reno mengerti sekali kalau orang ini tak akan melakukannya
jika tak ada jaminan. “saya bersedia tidak dibayar selama satu tahun penuh jika
memang pekerjaan Nara tidak sesuai dan tidak lolos. saya sudah memeriksanya, dan hasil kerjanya bagus”
“tawaran yang menggiurkan. Baiklah.” Mr.Anggara menerima
gulungan kertas yang disodorkan Reno. Reno menyunggingkan senyum lega. Tapi
pertaruhannya dengan Mr.Anggara bukan main-main. Setahun bukan waktu yang
singkat untuk tidak digaji, sementara ibunya sudah melepaskan Reno dan tak akan
membiayai hidupnya dan hanya dibantu di awal. Reno menyalakan komputer jinjing
milik Nara dan memperlihatkan gambar 3 dimensi itu kepada Mr.Anggara.
“saya berikan keputusannya dua minggu lagi.” kata Mr.Anggara
sambil melihat-lihat hasil pekerjaan Nara. “tapi pak... kenapa lama sekali?”
Reno memprotes waktu yang diberikan Mr.Anggara.
“kamu dulu juga dua minggu kan. Itu keputusan akhir saya.”
Reno hendak memprotes lagi, tapi dia tahu itu tak ada
gunanya. Setelah mengucapkan terimakasih, Reno langsung keluar dari ruangan dan
kembali ke rumah sakit.
Reno menceritakan pada Nara tentang Mr. Anggara setelah dia
sampai dirumah sakit tapi jelas tanpa pertaruhan Reno itu. Ita dan Iwan juga
harus bekerja sehingga hanya Reno yang tersisa. Keadaan Nara semakin hari
semakin baik, tapi baru hari kedua Nara bisa dipindahkan ke kamar rawat karena
dokter takut kondisinya menurun lagi. tapi ketika dipastikan keadaannya sudah
membaik, dokter mengijinkan Nara dipindahkan.
“halo sayang.. bagaimana keadaan Nara. Kami membawakan
makanan untukmu?” Mrs.Hiver datang bersama tiga orang lain. Ita membawa
sebungkus makanan dan juga kotak besar.
Reno segera beranjak dari sebelah Nara dan duduk di sofa.
“ouh.... masakannya enak loh Nara.. kurasa kau pasti akan menghabiskan
semuanya jika tahu makanan ini. Tapi sebelumnya kau harus sadar dan sembuh
dulu.” Reno tertawa diikuti keempat orang yang lain.
“bagaimana Nara?” tanya Ita. ”baik. Kesehatannya semakin
membaik setelah aku menjelaskan tentang Mr.Anggara padanya. Aku juga memberi
banyak motivasi agar Nara tak hanya terpaku pada satu tempat saja.” Reno
melahap sesuap nasi setelah menjelaskan diikuti anggukan Ita.
“maaf aku jadi merepotkanmu Reno.” Kata Ita merasa bersalah.
“sudahlah kak... entah kenapa aku tidak bisa melihatnya sendiri. Seakan dia
sudah terlalu lama kesepian. Seakan masa lalunya dihadapi sendiri.” Reno
berhenti makan dan melihat tubuh lemah yang sedang terbaring di ranjang.
“itu artinya kau jatuh cinta padanya” Mr.Hiver mengatakannya
dengan telak, membuat Reno jadi salah tingkah.
“ah... tidak ayah... tidak seperti itu, aku hanya melihat
ada yang salah pada dirinya. Kurasa dari masa lalunya.” Reno memainkan garpu dan
sendoknya diatas piring. Sementara ketiga orang yang sedang berkumpul di dekat
Reno langsung saling pandang dan tersenyum menang.
“yaa... kurasa kita harus merayakan hal ini setelah Nara
sembuh. Dan kita harus bersiap-siap untuk segalanya.” Mr.Hiver berkata pelan
sambil terseyum. “apa maksud ayah??” Reno mengangkat alis tak mengerti,
sementara Ita langsung memotong.
“ngomong-ngomong soal masa lalu Nara.” Dia menyerahkan kotak
besar yang dia bawa tadi kepada Reno. “aku menemukan ini di kamar Nara saat aku mengambil baju ganti untuk Nara”
Reno membuka kotak itu dan menemukan banyak barang disana.
Ada kotak perhiasan berisi kalung bertuliskan –alera- ada juga dua buku
tebal yang penuh dengan tulisan tangan. Dan juga sebuah album foto. Reno
menatap Ita sekilas, lalu menutup lagi kotak itu. “akan kuurus nanti. Sekarang
yang penting aku tidak kelaparan.” Semua tertawa mendengar Reno yang selalu
bisa membuat lelucon.
Reno mulai membuka kembali kotak yang tadi diberikan Ita
setelah semua orang sudah pulang. Hari ini Reno masih bisa menjaga Nara, tapi
besok siang dia harus bergantian dengan ibunya untuk menjaga Nara karena ibunya
sedang libur. Reno membaca lembar per lembar buku diary Nara. Banyak yang dia
ketahui dari situ, tentang masa lalu Nara. Semalaman Reno membacanya hingga
mengetahui kenapa Nara tak menyukai anak kecil, dan mengetahui pula arti alera
di kalung itu.
Keesokan malam Reno kembali ke rumah sakit, dia sudah membaca semua buku Nara. Buku Diary, dan juga buku kumpulan puisinya. Reno tercengang bahwa seorang Nara yang arsitek ternyata juga mempunyai kemampuan menulis yang hebat.
“aku pulang dulu ya sayang.. jaga Nara..” kata Mrs.hiver.
“siap ibu...” Jawab Reno sambil mengangkat tangan seperti orang hormat.
Begitu ibunya keluar kamar. Reno mengambil semua buku milik
Nara, dan mulai berkomunikasi dengan Nara.
“hai Nara... apa kabarmu hari ini. Kenapa kau tak
sadar-sadar sih sudah seminggu lohh... aku bosan di rumah sakit melulu. Setelah
kamu sehat, kau harus mengajakku jalan-jalan. oh yaa... Kak Ita memberiku kotak
ini. Katanya dia menemukannya dilemarimu. Aku sudah membaca semuanya. Jangan marah
padaku loo... karena kak Ita juga yang memberikannya. Mau kubacakan?”
Reno mulai membacakan buku diary Nara yang terdengar seperti
cerpen bersambung. Menceritakan kehidupannya. Ada yang unik disana. Meski
banyak cerita tentang banyak orang, ada satu nama yang mendominasi cerpen Nara.
Namanya Alendra Bintara, teman sekelas Nara waktu SMA. Dari yang Reno tangkap,
mereka adalah sepasang kekasih. Reno membacakan setiap cerita diselingi puisi
yang dibuat Nara sesuai dengan tanggal pembuatannya.
Setiap malam Reno selalu bergantian dengan orang tuanya dan
juga Ita dan Iwan. Reno selalu menyempatkan diri membacakan cerita-cerita dan
puisinya. Sampai pada cerita yang terakhir ditulis Nara sekitar 6 tahun yang
lalu. Dan hari ini, Reno ditemani oleh ayahnya dan Iwan, tapi mereka sudah tertidur di sofa.
‘hari ini
adalah hari terakhirku menuliskan semua tentang dirimu. Saat tiga hari terakhir
ini kau berikan kisah terindah dalam hidupku. Tapi harus berakhir pahit seperti
ini. Anak itu datang dengan manisnya, dan memintamu bermain dengannya. Atau
memintamu menggantikan nyawanya?. Kalau saja anak itu tidak datang, kalau saja
kau tidak menyukai anak kecil, mungkin kau tak akan seperti ini. Kau tak akan
mau bermain dengannya sampai selarut itu, tak akan terenggut nyawamu jika saja
kita pulang saat itu. kau tiba-tiba saja mengambil mainan itu, dan melihat anak
itu ditengah jalan. kau selamatkan nyawanya dengan nyawamu sebagai ganti. Kau
bodoh.. kenapa kau mendorong anak itu sementara kau tidak meloncat menghindari
mobil itu?? kau bodoh... kau meninggalkanku sendiiri. Kalau saja anak itu tidak
datang. Kalau saja tidak hujan, mobil itu juga tidak akan tergelincir. Kau
pasti masih disini. Menggenggam tanganku dan berkata ‘aku menyayangimu’. Kau
bodoh, kau tukar nyawa anak itu dengan nyawamu. Aku menyayangimu Al... hingga
hati ini mampu lepaskanmu.”
tak ada respon dari Nara, Reno beralih ke buku puisi milik Nara. 4 tahun setelah kematian Alendra. Membacanya dengan sedikit sesak didadanya.
Semua orang membicarakan tentang cinta saat ini...
Tapi aku tidak...
Mungkin aku lupa menaruh dimana rasa cintaku
hingga aku tak bisa mencintai siapapun..
Cinta hanya untuk Tuhan, Ayah, Ibu, Kakak..
Cinta hanya untuk sahabat dan teman..
Cinta yang kupendam sendiri...
Semua orang membicarakan tentang cinta saat
ini..
Tapi aku hanya duduk terpaku sambil memeluk
lutut...
Dimana rasa cintaku?? Dimana cintaku??
Aku tertarik padanya... yaa.. tapi itu mungkin
bukan cinta...
Aku berharap mengenalnya, tapi cinta tak
mengijinkan, karena dia ingin mengenal orang lain..
Aku ingin mengenalnya dan mencintainya, tapi
jalan cinta kami tak sejalan..
Harusnya kusadari itu.. harusnya aku sadar
diri... bahwa aku hanyalah aku..
Tak punya berlian yang berbinar..
Aku hanyalah aku... yang harusnya sadar bahwa
belum saatnya aku mencintai...
Terimakasih kau datangkan musim semi ditengah
dinginnya hatiku...
Terimakasih atas indah matamu, manis
senyummu.. yang sempat singgah dalam pikiran dan hatiku...
“Sepertinya kau sedang tertarik dengan seseorang saat itu
tapi ternyata orang itu malah melihat orang lain. Ya kan Nara?kau tak boleh
seperti itu, membenci anak kecil karena hal seperti itu. Alen menolong anak itu
karena dia sangat menyukai anak kecil, jadi kalau kau membenci anak kecil, aku
yakin Alen akan kecewa. Aku yakin dia juga bingung melihatmu tak bisa mencintai
siapapun. Cinta akan datang tepat pada waktunya Nara..”
Reno menatap wajah Nara, melihat ada bulir air mata jatuh
dari sudut matanya. Reno bangkit dan mengusap air mata Nara, lalu mencium
kening Nara.
“aku tak tahu apa kau dingin karena namaku mengandung kata
hujan yang menurutmu juga ikut andil membunuh kekasihmu. Tapi yang kusarankan
hanya satu. Cobalah untuk merelakan masa lalumu, dan belajarlah mencintai orang
lain. Aku.”
Di sofa, Mrs.Hiver mendengar kata-kata Reno yang lirih itu
dan tersenyum tipis. Meski terlihat tertidur, sebenarnya dia ingin tahu
bagaimana Reno menjaga Nara.
Keesokan harinya Nara akhirnya sadar. Mrs.Hiver dan Ita
langsung datang kerumah sakit ketika mendengar kabar Nara sudah sadar. Dan
dalam 3 hari dia sudah diijinkan pulang untuk dirawat dirumah. Reno memapah
Nara yang belajar berjalan kearah taman belakang rumah. Reno meminta agar Nara
dirawat dirumah Reno saja agar Reno lebih mudah menjaga Nara, dan tanpa pikir
panjang Ita langsung menyetujui. Seseorang memanggil nama Reno dan Nara dari
dalam Rumah, meminta mereka untuk cepat masuk karena ada tamu yang ingin
menemui mereka.
Reno dan Nara kaget melihat siapa yang duduk di ruang
tengah, Mr.Anggara dengan sekeranjang buah dimeja.
“Reno, Nara, saya sudah melihat hasil pekerjaan Nara.”
Mr.Anggara berkata singkat.
“Mr.Anggara. Saya sudah tidak terlalu memikirkan masalah itu
lagi, meski saya tidak lolos, saya rela kok. Itu berarti bukan takdir saya
disana. Saya menyadarinya dari Reno.” Nara menoleh pada Reno, sementara Reno
terlihat kebingungan.
“seperti itukah?? Saya kira Reno malah sangat berharap kau
diterima. Bagaimana Reno.”
“ahh... anu... saya yakin Nara akan diterima pak..” Reno
menjawab dengan terbata-bata. Nara melihatnya tak mengerti. Sementara
Mr.Anggara tertawa melihat ekspresi Reno yang khawatir.
“tenang saja Reno... gajimu tetap saya berikan...”
Mr.Anggara tersenyum diakhir kalimatnya. “itu berarti... Nara diterima...?”
Reno memajukan tubuhnya antusias mendengar jawaban Mr.Anggara.
“kita tunggu saja sampai Nara sembuh. Pekerjaannya sungguh
diluar dugaan saya. Lebih dari apa yang saya inginkan. Dan saya tahu, sentuhan
terakhirnya bukan dari tangan Nara. Tapi dari tanganmu Reno.”
“saya minta maaf pak...” Reno menunduk, sementara Nara
menoleh lagi pada Reno tak mengerti.
“tunggu tunggu... apa maksudnya semua ini? Sentuhan terkahir
dari tangan Reno? Reno tetap digaji? Ada apa ini??” Nara memaksa meminta
penjelasan pada kedua pria di hadapannya.
“Reno berusaha keras agar saya melihat hasil karyamu. Dia
membawakan hasil karyamu ke kantor saya, dan mempertaruhkan dirinya untuk tidak
digaji selama setahun jika hasilmu memang tidak sesuai dan tidak lolos ujian
saya. Setelah saya lihat, ada sentuhan Reno disana. Apa kamu memang belum
sepenuhnya menyelesaikan gambaranmu?”
“iya... kurang beberapa...” Nara menjawab pelan. “ beberapa
desain interior dan gambar tiga dimensinya.” Tanya Mr.Anggara lagi.
“iyaa... saat itu saya disuruh kerumah Reno untuk mengantar
makanan.”
“karena kau tiba-tiba kritis lagi mendengar kabar tentang
Mr.Anggara itu, akhirnya aku memutuskan untuk mengantar hasil gambaranmu
setelah memenuhi semua daftar yang kau tulis itu. aku tahu Mr.Anggara orang
yang sangat disiplin, Cerdas, dan bijak. Karena itu aku mempertaruhkan gaji
setahunku agar gambaranmu dilihat. Dan aku sudah tidak kaget kalau Mr.Anggara
tahu ada campur tanganku disana.” Reno menundukkan kepalanya lagi setelah penjelasannya
berakhir.
“jadii.... sisanya aku serahkan pada kalian. Reno, aku akan
tetap memberimu gaji, dan Nara. Aku ingin melihatmu di kantor 2 minggu lagi.
semoga cepat sembuh, saya permisi dulu.” Mr.Anggara bangkit dan pergi
meninggalkan dua orang itu.
Mr.Anggara menyadari bahwa kedua orang itu adalah arsitek
dan designer yang hebat. Perpaduan yang dibuat oleh Reno pada gambaran Nara
menghasilkan sebuah karya yang luar biasa. Kesederhanaan, tapi tetap terkesan
elegan, kalau saja hasilnya tidak memukau seperti itu, sudah dipastikan
Mr.Anggara akan memecat keduanya jika tahu ada campur tangan orang lain dalam
ujian itu. Dia bersyukur bisa mempunyai dua pegawai hebat di perusahaannya.
Sudah 10 hari semenjak Mr.Anggara meninggalkan rumah Reno,
dan sudah dua minggu lebih Nara dirumah Reno dan menjadi semakin dekat
dengannya. Nara sudah tak membenci anak-anak lagi, dan dugaan Reno benar, Nara
dingin padanya karena namanya berati –hujan- yang menurut Nara adalah salah
satu penyebab kematian Alen. Sekarang Nara sudah bisa menerima kenyataan,
mebuang masa lalunya dan mulai menapaki hari baru, meski selama ini Nara merasa
sudah membuang masa lalunya, tapi ternyata masih belum, dia masih terpaku pada
sosok Alen.
4 hari kemudian Nara dan Reno datang di tempat yang sama,
dan memulai hari-hari mereka bersama. Betapa senangnya keempat orang yang sudah
menjodohkan mereka berdua karena kali ini mereka berhasil setelah berkali-kali
menjodohkan tapi hasilnya nihil.
“kenapa kalian ngotot sekali menjodohkan aku dengan banyak
orang.” Tanya Nara pada kedua kakaknya ketika keluarganya dan keluarga Reno
makan malam bersama di rumah Ita.
“karena kami memikirkan usiamu sayang... kau sudah berumur
25 tahun dan belum mempunyai pacar ataupun teman dekat sekalipun.” Ita
menjelaskan.
“kami juga berpikir yang sama seperti itu, makanya kami
bermaksud untuk mencoba mempertemukan kalian berdua.” Tambah Mrs.Hiver.
“semenjak Reno bertemu kamu, Reno tak seperti biasanya, dia lebih perhatian dan
lebih teratur, apalagi tahu kamu akan dirawat disini, dia langsung bergegas
merapikan kamarnya.”kata Mrs.Hiver lagi, membuat Reno semakin salah tingkah.
“tidak... tidak... aku sudah teratur dari dulu kok.”
“perubahan besar lagi karena Reno berani mencium Nara malam
itu. malam sebelum paginya Nara sadarkan diri” Mr.Hiver langsung membuka kartu
As Reno. Baik muka Reno maupun Nara langsung memerah. “ayah....” “om....”
panggil Reno dan Nara bersamaan.
“ouh... mungkin itu yang membuat Nara sadar. Kenapa gak dari
kemaren-kemaren saja Reno mencium Nara supaya bangun seperti putri salju
begitu.”
“tidak....tidak begitu Kak Ita.... “ Reno memprotes dengan
salah tingkah.
Riuh suara saling mengejek di meja makan membuat suasana
begitu menyenangkan, Nara diam dan melihat orang-orang disekelilingnya yang
sangat menyayanginya, yang selalu menciptakan suasana hangat dan nyaman dalam
hidupnya. Dia terlalu lama terlarut dalam kepedihan hingga seakan hatinya
membeku dan tak bisa merasakan hangatnya kasih sayang mereka. Nara juga
berterima kasih kepada kak Ita yang memberikan kotak berisi semua tentang
Alendra pada Reno. Kalau saja kotak itu tak sampai ketangan Reno, mungkin dia
tak akan pernah sadar kalau dia terlalu lama terkurung. Tanpa sadar, Nara
tersenyum melihat semua mengejek Reno.
“apa yang akan kau lakukan selanjutnya Nara??”tanya Ita
setelah selesai mengejek Reno. “berguru pada Mr.Hiver untuk belajar beladiri.
Aku sempat melihat Mr.Hiver menghajar dua preman itu sebelum aku kehilangan
kesadaran” Nara tersenyum, sementara yang lain malah terdiam heran menatap
Nara. Mr.Hiver berdeham sebelum menjawab.
“baiklah.... tapi ada syaratnya..” Mr.Hiver menatap ke
istrinya, juga Ita dan Iwan. Semua langsung tersenyum.
*********
“darimana kau dapatkan mata kelabu itu Reno??jangan-jangan
kau bukan....”
“hei... kenapa kau berpikir tega seperti itu?? aku beneran
anak mereka kok... aku mendapatkan mata kelabu ini dari kakekku, sementara
kakak laki-lakiku punya mata biru seperti ayah. Sudah mengerti?” reno
mengakhiri kalimatnya dan diikuti anggukan Nara. Reno mencium lembut bibir Nara
sebelum keluar ke ruang keluarga lagi.
Pesta pernikahan mereka sudah selesai, sekarang tinggal
pesta kecil keluarga terdekat mereka. Ayah, bunda, dan kakak Nara datang, tak
terkecuali kakak Reno yang menyempatkan diri pulang ke Indonesia dengan
istrinya untuk memenuhi undangan adik tersayangnya itu.
“kami punya hadiah untuk kalian.”Mrs.Hiver menyerahkan satu
buku besar pada Nara bertuliskan nama NAIRA TARALANO dibagian sampul depan, dan
RAINO HIVER di sampul belakang. Nara menerimanya dan membuka buku itu untuk dilihat
bersama.
Itu adalah buku album. Berisi foto-foto Nara mulai dari
kecil sampai dewasa, Mrs.Hiver membalik buku itu dan meminta Nara melihatnya
dari belakang. Disana ada foto Reno dan keluarganya ketika masih kecil sampai
dewasa juga. Dan dibagian tengah, ada foto Reno dan Nara sejak mereka pertama
bertemu, saat Reno dan Nara duduk diayunan, saat Reno menggendong putri, saat
Reno menyerahkan putri pada Nara, saat Reno menyelimuti Putri, sampai saat Reno
merawat Nara di rumah sakit dan dirumah.
“bagaimana bisa kalian melakukan semua ini?” Nara terkagum
melihat buku album itu.
“karena kami punya kebiasaan bahwa setiap moment itu sangat
berharga. Dan jangan salah, mungkin kau adalah penulis yang hebat, tapi Reno
adalah fotografer yang hebat juga.” Mr.Hiver menyerahkan satu kotak lagi dan
bungkusan bulat panjang pada Reno yang langsung dibuka oleh Reno. Kamera SLR
lengkap dengan alat pendukung dan tripodnya.
Mata reno berbinar, benar-benar senang dengan hadiah
pemberian itu. Ternyata semua sudah di persiapkan oleh ayahnya sehingga
kameranya bisa langsung dipakai. Reno segera menghidupkan kamera itu dan
mencobanya.
“tunjukan pada kami Reno.” Pinta Ita menantang. Reno
langsung mundur menjauhi kerumunan dan mengambil foto dua keluarga itu. Dia
menunjukkan hasilnya pada semua orang, dan benar saja hasil gambarnya sangat
bagus. Entah kenapa sudut pandang yang diambil Reno sangat pas dan indah.
Malam itu diakhiri dengan foto bersama keluarga Reno dan
keluarga Nara. Tak butuh waktu lama untuk meminta persetujuan mereka agar
segera membuat resepsi pernikahan, prediksi Mr.Hiver yang menyebutkan 1 tahun
sudah cukup ternyata memang cukup. Sebenarnya meski Mr.Hiver tak meminta syarat
untuk menjadi menantunya sebelum Nara berguru beladiri padanya, Nara memang
sudah jatuh hati pada Reno, begitu juga sebaliknya.
****************
“kau ingin liburan kemana sayang?? Untuk merayakan
pernikahan kita? Ini waktunya kita berbulan madu, tapi kenapa kau masih
berkelut dengan proyekmu, aku yakin Mr.Anggara mengijinkan kita mengambil cuti
mengingat kita sudah berhasil mebuat perusahaannya sukses sekarang.” tanya Reno
sambil mendekap Nara yang sedang duduk di depan komputer jinjingnya mengerjakan
proyek desain rumah lagi.
“dirumah bersamamu sudah merupakan bulan madu untukku.” Nara
memutar kursinya hingga bisa berhadapan dengan Reno yang berdiri di depannya.
“tapi kan kita juga butuh refreshing, anggap saja sebagai
liburan setelah kita bekerja sekeras itu.” protes Reno.
“baiklah... bagaimana kalau Perancis, satu minggu. Aku rindu
disana” Jawab Nara menyerah. “okee.....”jawab Reno antusias.
“tapi sebelumnya aku ingin mengunjungi seseorang terlebih
dahulu.”
“siapa???” tanya Reno mengangkat alis tak mengerti.
“Alen....” keduanya sama-sama diam.
Reno tahu Nara memang tak bisa melupakan Alen yang
mengajarinya kata cinta, tapi Reno tahu Nara sudah melepaskan semua perasaannya
pada Alen dan memulai mencintai Reno. Reno tersenyum dan menarik Nara berdiri.
Dia merengkuh kedua pipi Nara dan mencium bibir manis itu lagi.
“Setuju.....”
“lagian aku juga sudah lama tak bertemu dengan Alen.”
Katanya setelah mengakhiri ciuman itu.
“kau percaya padaku? Bahwa aku sudah melepas semua
perasaanku pada Alen?” tanya Nara.
“tentu... kau tahu kalau aku bisa melihat kedalam sini.”
Reno menunjuk kening Nara lalu pada dada Nara, menandakan bahwa Reno bisa
mengerti bagaimana kesungguhan hati Nara.
Mata kelabu itu yang memang sejak awal meruntuhkan
pertahanan Nara. Rasa sediih yang Nara simpan selama ini berhasil dibongkar
olehnya, dan sedikit demi sedikit dikikis oleh kehangatannya. Mata kelabu yang
selalu mampu menenangkan Nara dimanapun dan kapanpun Nara merasa terjatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar