Sabtu, 26 April 2014

RUSH HEART part 2

Reno juga menjadi pegawai disalah satu kantor Mr. Anggara sejak satu tahun yang lalu, dan diakuinya Mr.Anggara orang yang sangat disiplin, cerdas, dan bijak. “dimana kamar Nara??” tanya Reno seketika.
“di kamar tamu bagian depan, tak pernah dikunci.” Jawab Iwan cepat. “apa pekerjaannya sudah selesai?”
“dia bilang tinggal sentuhan akhir.”
“akan kubawakan tugas itu kepada Mr.Anggara. aku akan berbicara padanya.” Reno meyakinkan keduanya. Meski awalnya merasa ragu Reno bisa menghadapi Mr.Anggara, tapi akhirnya Iwan mengangguk. Reno segera meninggalkan rumah sakit dan menuju rumah Iwan.

Tanpa buang waktu, Reno langsung melihat hasil rancangan Nara. Sebuah kertas gambar besar bergambar rancangan sebuah rumah yang sangat rumit. Perpaduan antara jawa klasik dan western. Reno melihat kertas bertuliskan “harus dicapai” tertempel di samping kertas gambar. Ada beberapa daftar yang sudah dicentang. Tinggal satu. Interior dan tiga dimensi. Reno melihat komputer jinjing Nara yang ternyata dalam mode sleep, langsung membukanya dan terpampang rancangan Nara yang terkahir. Reno mulai memikirkan rancangan desain yang ingin Nara buat, setelah mendapat ide, Reno langsung menambahkan beberapa sentuhan pada desain pada program desain itu. setelah dirasa cukup. Reno langsung membawa kertas dan komputer jinjing milik Nara.

“Mr.Anggara. saya kesini membawakan hasil pekerjaan Nara.” Kata Reno saat sudah masuk keruangan Mr.Anggara. “tapi deadline sudah lewat 4 jam yang lalu.” Mr. Anggara melepaskan kacamatanya.
“tapi Mr.Anggara, Nara sedang kritis saat ini dan tidak bisa datang. Tak bisakah Mr.Anggara melihat hasil pekerjaan Nara dahulu.” Pinta Reno memohon sambil menaruh kertas desain milik Nara.
“apa yang akan kau lakukan agar saya melihatnya?” tanya Mr.Anggara tajam. Reno mengerti sekali kalau orang ini tak akan melakukannya jika tak ada jaminan. “saya bersedia tidak dibayar selama satu tahun penuh jika memang pekerjaan Nara tidak sesuai dan tidak lolos. saya sudah memeriksanya, dan hasil kerjanya bagus”
“tawaran yang menggiurkan. Baiklah.” Mr.Anggara menerima gulungan kertas yang disodorkan Reno. Reno menyunggingkan senyum lega. Tapi pertaruhannya dengan Mr.Anggara bukan main-main. Setahun bukan waktu yang singkat untuk tidak digaji, sementara ibunya sudah melepaskan Reno dan tak akan membiayai hidupnya dan hanya dibantu di awal. Reno menyalakan komputer jinjing milik Nara dan memperlihatkan gambar 3 dimensi itu kepada Mr.Anggara.
“saya berikan keputusannya dua minggu lagi.” kata Mr.Anggara sambil melihat-lihat hasil pekerjaan Nara. “tapi pak... kenapa lama sekali?” Reno memprotes waktu yang diberikan Mr.Anggara.
“kamu dulu juga dua minggu kan. Itu keputusan akhir saya.”
Reno hendak memprotes lagi, tapi dia tahu itu tak ada gunanya. Setelah mengucapkan terimakasih, Reno langsung keluar dari ruangan dan kembali ke rumah sakit.
Reno menceritakan pada Nara tentang Mr. Anggara setelah dia sampai dirumah sakit tapi jelas tanpa pertaruhan Reno itu. Ita dan Iwan juga harus bekerja sehingga hanya Reno yang tersisa. Keadaan Nara semakin hari semakin baik, tapi baru hari kedua Nara bisa dipindahkan ke kamar rawat karena dokter takut kondisinya menurun lagi. tapi ketika dipastikan keadaannya sudah membaik, dokter mengijinkan Nara dipindahkan.


“halo sayang.. bagaimana keadaan Nara. Kami membawakan makanan untukmu?” Mrs.Hiver datang bersama tiga orang lain. Ita membawa sebungkus makanan dan juga kotak besar.
Reno segera beranjak dari sebelah Nara dan duduk di sofa.
“ouh.... masakannya enak loh Nara.. kurasa kau pasti akan menghabiskan semuanya jika tahu makanan ini. Tapi sebelumnya kau harus sadar dan sembuh dulu.” Reno tertawa diikuti keempat orang yang lain.
“bagaimana Nara?” tanya Ita. ”baik. Kesehatannya semakin membaik setelah aku menjelaskan tentang Mr.Anggara padanya. Aku juga memberi banyak motivasi agar Nara tak hanya terpaku pada satu tempat saja.” Reno melahap sesuap nasi setelah menjelaskan diikuti anggukan Ita.
“maaf aku jadi merepotkanmu Reno.” Kata Ita merasa bersalah. “sudahlah kak... entah kenapa aku tidak bisa melihatnya sendiri. Seakan dia sudah terlalu lama kesepian. Seakan masa lalunya dihadapi sendiri.” Reno berhenti makan dan melihat tubuh lemah yang sedang terbaring di ranjang.
“itu artinya kau jatuh cinta padanya” Mr.Hiver mengatakannya dengan telak, membuat Reno jadi salah tingkah.
“ah... tidak ayah... tidak seperti itu, aku hanya melihat ada yang salah pada dirinya. Kurasa dari masa lalunya.” Reno memainkan garpu dan sendoknya diatas piring. Sementara ketiga orang yang sedang berkumpul di dekat Reno langsung saling pandang dan tersenyum menang.
“yaa... kurasa kita harus merayakan hal ini setelah Nara sembuh. Dan kita harus bersiap-siap untuk segalanya.” Mr.Hiver berkata pelan sambil terseyum. “apa maksud ayah??” Reno mengangkat alis tak mengerti, sementara Ita langsung memotong.
“ngomong-ngomong soal masa lalu Nara.” Dia menyerahkan kotak besar yang dia bawa tadi kepada Reno. “aku menemukan ini di kamar Nara saat aku mengambil baju ganti untuk Nara”
Reno membuka kotak itu dan menemukan banyak barang disana. Ada kotak perhiasan berisi kalung bertuliskan –alera-  ada juga dua buku tebal yang penuh dengan tulisan tangan. Dan juga sebuah album foto. Reno menatap Ita sekilas, lalu menutup lagi kotak itu. “akan kuurus nanti. Sekarang yang penting aku tidak kelaparan.” Semua tertawa mendengar Reno yang selalu bisa membuat lelucon.

Reno mulai membuka kembali kotak yang tadi diberikan Ita setelah semua orang sudah pulang. Hari ini Reno masih bisa menjaga Nara, tapi besok siang dia harus bergantian dengan ibunya untuk menjaga Nara karena ibunya sedang libur. Reno membaca lembar per lembar buku diary Nara. Banyak yang dia ketahui dari situ, tentang masa lalu Nara. Semalaman Reno membacanya hingga mengetahui kenapa Nara tak menyukai anak kecil, dan mengetahui pula arti alera di kalung itu.

Keesokan malam Reno kembali ke rumah sakit, dia sudah membaca semua buku Nara. Buku Diary, dan juga buku kumpulan puisinya. Reno tercengang bahwa seorang Nara yang arsitek ternyata juga mempunyai kemampuan menulis yang hebat.
“aku pulang dulu ya sayang.. jaga Nara..” kata Mrs.hiver. “siap ibu...” Jawab Reno sambil mengangkat tangan seperti orang hormat.
Begitu ibunya keluar kamar. Reno mengambil semua buku milik Nara, dan mulai berkomunikasi dengan Nara.
“hai Nara... apa kabarmu hari ini. Kenapa kau tak sadar-sadar sih sudah seminggu lohh... aku bosan di rumah sakit melulu. Setelah kamu sehat, kau harus mengajakku jalan-jalan. oh yaa... Kak Ita memberiku kotak ini. Katanya dia menemukannya dilemarimu. Aku sudah membaca semuanya. Jangan marah padaku loo... karena kak Ita juga yang memberikannya. Mau kubacakan?”
Reno mulai membacakan buku diary Nara yang terdengar seperti cerpen bersambung. Menceritakan kehidupannya. Ada yang unik disana. Meski banyak cerita tentang banyak orang, ada satu nama yang mendominasi cerpen Nara. Namanya Alendra Bintara, teman sekelas Nara waktu SMA. Dari yang Reno tangkap, mereka adalah sepasang kekasih. Reno membacakan setiap cerita diselingi puisi yang dibuat Nara sesuai dengan tanggal pembuatannya.
Setiap malam Reno selalu bergantian dengan orang tuanya dan juga Ita dan Iwan. Reno selalu menyempatkan diri membacakan cerita-cerita dan puisinya. Sampai pada cerita yang terakhir ditulis Nara sekitar 6 tahun yang lalu. Dan hari ini, Reno ditemani oleh ayahnya dan Iwan, tapi mereka sudah tertidur di sofa.
‘hari ini adalah hari terakhirku menuliskan semua tentang dirimu. Saat tiga hari terakhir ini kau berikan kisah terindah dalam hidupku. Tapi harus berakhir pahit seperti ini. Anak itu datang dengan manisnya, dan memintamu bermain dengannya. Atau memintamu menggantikan nyawanya?. Kalau saja anak itu tidak datang, kalau saja kau tidak menyukai anak kecil, mungkin kau tak akan seperti ini. Kau tak akan mau bermain dengannya sampai selarut itu, tak akan terenggut nyawamu jika saja kita pulang saat itu. kau tiba-tiba saja mengambil mainan itu, dan melihat anak itu ditengah jalan. kau selamatkan nyawanya dengan nyawamu sebagai ganti. Kau bodoh.. kenapa kau mendorong anak itu sementara kau tidak meloncat menghindari mobil itu?? kau bodoh... kau meninggalkanku sendiiri. Kalau saja anak itu tidak datang. Kalau saja tidak hujan, mobil itu juga tidak akan tergelincir. Kau pasti masih disini. Menggenggam tanganku dan berkata ‘aku menyayangimu’. Kau bodoh, kau tukar nyawa anak itu dengan nyawamu. Aku menyayangimu Al... hingga hati ini mampu lepaskanmu.”

tak ada respon dari Nara, Reno beralih ke buku puisi milik Nara. 4 tahun setelah kematian Alendra. Membacanya dengan sedikit sesak didadanya.

Semua orang membicarakan tentang cinta saat ini...
Tapi aku tidak...
Mungkin aku lupa menaruh dimana rasa cintaku hingga aku tak bisa mencintai siapapun..
Cinta hanya untuk Tuhan, Ayah, Ibu, Kakak..
Cinta hanya untuk sahabat dan teman..
Cinta yang kupendam sendiri...

Semua orang membicarakan tentang cinta saat ini..
Tapi aku hanya duduk terpaku sambil memeluk lutut...
Dimana rasa cintaku?? Dimana cintaku??
Aku tertarik padanya... yaa.. tapi itu mungkin bukan cinta...
Aku berharap mengenalnya, tapi cinta tak mengijinkan, karena dia ingin mengenal orang lain..
Aku ingin mengenalnya dan mencintainya, tapi jalan cinta kami tak sejalan..
Harusnya kusadari itu.. harusnya aku sadar diri... bahwa aku hanyalah aku..
Tak punya berlian yang berbinar..
Aku hanyalah aku... yang harusnya sadar bahwa belum saatnya aku mencintai...
Terimakasih kau datangkan musim semi ditengah dinginnya hatiku...
Terimakasih atas indah matamu, manis senyummu.. yang sempat singgah dalam pikiran dan hatiku...

“Sepertinya kau sedang tertarik dengan seseorang saat itu tapi ternyata orang itu malah melihat orang lain. Ya kan Nara?kau tak boleh seperti itu, membenci anak kecil karena hal seperti itu. Alen menolong anak itu karena dia sangat menyukai anak kecil, jadi kalau kau membenci anak kecil, aku yakin Alen akan kecewa. Aku yakin dia juga bingung melihatmu tak bisa mencintai siapapun. Cinta akan datang tepat pada waktunya Nara..”
Reno menatap wajah Nara, melihat ada bulir air mata jatuh dari sudut matanya. Reno bangkit dan mengusap air mata Nara, lalu mencium kening Nara.
“aku tak tahu apa kau dingin karena namaku mengandung kata hujan yang menurutmu juga ikut andil membunuh kekasihmu. Tapi yang kusarankan hanya satu. Cobalah untuk merelakan masa lalumu, dan belajarlah mencintai orang lain. Aku.”

Di sofa, Mrs.Hiver mendengar kata-kata Reno yang lirih itu dan tersenyum tipis. Meski terlihat tertidur, sebenarnya dia ingin tahu bagaimana Reno menjaga Nara.

Keesokan harinya Nara akhirnya sadar. Mrs.Hiver dan Ita langsung datang kerumah sakit ketika mendengar kabar Nara sudah sadar. Dan dalam 3 hari dia sudah diijinkan pulang untuk dirawat dirumah. Reno memapah Nara yang belajar berjalan kearah taman belakang rumah. Reno meminta agar Nara dirawat dirumah Reno saja agar Reno lebih mudah menjaga Nara, dan tanpa pikir panjang Ita langsung menyetujui. Seseorang memanggil nama Reno dan Nara dari dalam Rumah, meminta mereka untuk cepat masuk karena ada tamu yang ingin menemui mereka.

Reno dan Nara kaget melihat siapa yang duduk di ruang tengah, Mr.Anggara dengan sekeranjang buah dimeja.
“Reno, Nara, saya sudah melihat hasil pekerjaan Nara.” Mr.Anggara berkata singkat.
“Mr.Anggara. Saya sudah tidak terlalu memikirkan masalah itu lagi, meski saya tidak lolos, saya rela kok. Itu berarti bukan takdir saya disana. Saya menyadarinya dari Reno.” Nara menoleh pada Reno, sementara Reno terlihat kebingungan.
“seperti itukah?? Saya kira Reno malah sangat berharap kau diterima. Bagaimana Reno.”
“ahh... anu... saya yakin Nara akan diterima pak..” Reno menjawab dengan terbata-bata. Nara melihatnya tak mengerti. Sementara Mr.Anggara tertawa melihat ekspresi Reno yang khawatir.
“tenang saja Reno... gajimu tetap saya berikan...” Mr.Anggara tersenyum diakhir kalimatnya. “itu berarti... Nara diterima...?” Reno memajukan tubuhnya antusias mendengar jawaban Mr.Anggara.
“kita tunggu saja sampai Nara sembuh. Pekerjaannya sungguh diluar dugaan saya. Lebih dari apa yang saya inginkan. Dan saya tahu, sentuhan terakhirnya bukan dari tangan Nara. Tapi dari tanganmu Reno.”
“saya minta maaf pak...” Reno menunduk, sementara Nara menoleh lagi pada Reno tak mengerti.
“tunggu tunggu... apa maksudnya semua ini? Sentuhan terkahir dari tangan Reno? Reno tetap digaji? Ada apa ini??” Nara memaksa meminta penjelasan pada kedua pria di hadapannya.
“Reno berusaha keras agar saya melihat hasil karyamu. Dia membawakan hasil karyamu ke kantor saya, dan mempertaruhkan dirinya untuk tidak digaji selama setahun jika hasilmu memang tidak sesuai dan tidak lolos ujian saya. Setelah saya lihat, ada sentuhan Reno disana. Apa kamu memang belum sepenuhnya menyelesaikan gambaranmu?”
“iya... kurang beberapa...” Nara menjawab pelan. “ beberapa desain interior dan gambar tiga dimensinya.” Tanya Mr.Anggara lagi.
“iyaa... saat itu saya disuruh kerumah Reno untuk mengantar makanan.”
“karena kau tiba-tiba kritis lagi mendengar kabar tentang Mr.Anggara itu, akhirnya aku memutuskan untuk mengantar hasil gambaranmu setelah memenuhi semua daftar yang kau tulis itu. aku tahu Mr.Anggara orang yang sangat disiplin, Cerdas, dan bijak. Karena itu aku mempertaruhkan gaji setahunku agar gambaranmu dilihat. Dan aku sudah tidak kaget kalau Mr.Anggara tahu ada campur tanganku disana.” Reno menundukkan kepalanya lagi setelah penjelasannya berakhir.
“jadii.... sisanya aku serahkan pada kalian. Reno, aku akan tetap memberimu gaji, dan Nara. Aku ingin melihatmu di kantor 2 minggu lagi. semoga cepat sembuh, saya permisi dulu.” Mr.Anggara bangkit dan pergi meninggalkan dua orang itu.
Mr.Anggara menyadari bahwa kedua orang itu adalah arsitek dan designer yang hebat. Perpaduan yang dibuat oleh Reno pada gambaran Nara menghasilkan sebuah karya yang luar biasa. Kesederhanaan, tapi tetap terkesan elegan, kalau saja hasilnya tidak memukau seperti itu, sudah dipastikan Mr.Anggara akan memecat keduanya jika tahu ada campur tangan orang lain dalam ujian itu. Dia bersyukur bisa mempunyai dua pegawai hebat di perusahaannya.

Sudah 10 hari semenjak Mr.Anggara meninggalkan rumah Reno, dan sudah dua minggu lebih Nara dirumah Reno dan menjadi semakin dekat dengannya. Nara sudah tak membenci anak-anak lagi, dan dugaan Reno benar, Nara dingin padanya karena namanya berati –hujan- yang menurut Nara adalah salah satu penyebab kematian Alen. Sekarang Nara sudah bisa menerima kenyataan, mebuang masa lalunya dan mulai menapaki hari baru, meski selama ini Nara merasa sudah membuang masa lalunya, tapi ternyata masih belum, dia masih terpaku pada sosok Alen.

4 hari kemudian Nara dan Reno datang di tempat yang sama, dan memulai hari-hari mereka bersama. Betapa senangnya keempat orang yang sudah menjodohkan mereka berdua karena kali ini mereka berhasil setelah berkali-kali menjodohkan tapi hasilnya nihil.
“kenapa kalian ngotot sekali menjodohkan aku dengan banyak orang.” Tanya Nara pada kedua kakaknya ketika keluarganya dan keluarga Reno makan malam bersama di rumah Ita.
“karena kami memikirkan usiamu sayang... kau sudah berumur 25 tahun dan belum mempunyai pacar ataupun teman dekat sekalipun.” Ita menjelaskan.
“kami juga berpikir yang sama seperti itu, makanya kami bermaksud untuk mencoba mempertemukan kalian berdua.” Tambah Mrs.Hiver. “semenjak Reno bertemu kamu, Reno tak seperti biasanya, dia lebih perhatian dan lebih teratur, apalagi tahu kamu akan dirawat disini, dia langsung bergegas merapikan kamarnya.”kata Mrs.Hiver lagi, membuat Reno semakin salah tingkah.
“tidak... tidak... aku sudah teratur dari dulu kok.”
“perubahan besar lagi karena Reno berani mencium Nara malam itu. malam sebelum paginya Nara sadarkan diri” Mr.Hiver langsung membuka kartu As Reno. Baik muka Reno maupun Nara langsung memerah. “ayah....” “om....” panggil Reno dan Nara bersamaan.
“ouh... mungkin itu yang membuat Nara sadar. Kenapa gak dari kemaren-kemaren saja Reno mencium Nara supaya bangun seperti putri salju begitu.”
“tidak....tidak begitu Kak Ita.... “ Reno memprotes dengan salah tingkah.
Riuh suara saling mengejek di meja makan membuat suasana begitu menyenangkan, Nara diam dan melihat orang-orang disekelilingnya yang sangat menyayanginya, yang selalu menciptakan suasana hangat dan nyaman dalam hidupnya. Dia terlalu lama terlarut dalam kepedihan hingga seakan hatinya membeku dan tak bisa merasakan hangatnya kasih sayang mereka. Nara juga berterima kasih kepada kak Ita yang memberikan kotak berisi semua tentang Alendra pada Reno. Kalau saja kotak itu tak sampai ketangan Reno, mungkin dia tak akan pernah sadar kalau dia terlalu lama terkurung. Tanpa sadar, Nara tersenyum melihat semua mengejek Reno.
“apa yang akan kau lakukan selanjutnya Nara??”tanya Ita setelah selesai mengejek Reno. “berguru pada Mr.Hiver untuk belajar beladiri. Aku sempat melihat Mr.Hiver menghajar dua preman itu sebelum aku kehilangan kesadaran” Nara tersenyum, sementara yang lain malah terdiam heran menatap Nara. Mr.Hiver berdeham sebelum menjawab.
“baiklah.... tapi ada syaratnya..” Mr.Hiver menatap ke istrinya, juga Ita dan Iwan. Semua langsung tersenyum.
*********
“darimana kau dapatkan mata kelabu itu Reno??jangan-jangan kau bukan....”
“hei... kenapa kau berpikir tega seperti itu?? aku beneran anak mereka kok... aku mendapatkan mata kelabu ini dari kakekku, sementara kakak laki-lakiku punya mata biru seperti ayah. Sudah mengerti?” reno mengakhiri kalimatnya dan diikuti anggukan Nara. Reno mencium lembut bibir Nara sebelum keluar ke ruang keluarga lagi.
Pesta pernikahan mereka sudah selesai, sekarang tinggal pesta kecil keluarga terdekat mereka. Ayah, bunda, dan kakak Nara datang, tak terkecuali kakak Reno yang menyempatkan diri pulang ke Indonesia dengan istrinya untuk memenuhi undangan adik tersayangnya itu.
“kami punya hadiah untuk kalian.”Mrs.Hiver menyerahkan satu buku besar pada Nara bertuliskan nama NAIRA TARALANO dibagian sampul depan, dan RAINO HIVER di sampul belakang. Nara menerimanya dan membuka buku itu untuk dilihat bersama.

Itu adalah buku album. Berisi foto-foto Nara mulai dari kecil sampai dewasa, Mrs.Hiver membalik buku itu dan meminta Nara melihatnya dari belakang. Disana ada foto Reno dan keluarganya ketika masih kecil sampai dewasa juga. Dan dibagian tengah, ada foto Reno dan Nara sejak mereka pertama bertemu, saat Reno dan Nara duduk diayunan, saat Reno menggendong putri, saat Reno menyerahkan putri pada Nara, saat Reno menyelimuti Putri, sampai saat Reno merawat Nara di rumah sakit dan dirumah.
“bagaimana bisa kalian melakukan semua ini?” Nara terkagum melihat buku album itu.
“karena kami punya kebiasaan bahwa setiap moment itu sangat berharga. Dan jangan salah, mungkin kau adalah penulis yang hebat, tapi Reno adalah fotografer yang hebat juga.” Mr.Hiver menyerahkan satu kotak lagi dan bungkusan bulat panjang pada Reno yang langsung dibuka oleh Reno. Kamera SLR lengkap dengan alat pendukung dan tripodnya.
Mata reno berbinar, benar-benar senang dengan hadiah pemberian itu. Ternyata semua sudah di persiapkan oleh ayahnya sehingga kameranya bisa langsung dipakai. Reno segera menghidupkan kamera itu dan mencobanya.
“tunjukan pada kami Reno.” Pinta Ita menantang. Reno langsung mundur menjauhi kerumunan dan mengambil foto dua keluarga itu. Dia menunjukkan hasilnya pada semua orang, dan benar saja hasil gambarnya sangat bagus. Entah kenapa sudut pandang yang diambil Reno sangat pas dan indah.
Malam itu diakhiri dengan foto bersama keluarga Reno dan keluarga Nara. Tak butuh waktu lama untuk meminta persetujuan mereka agar segera membuat resepsi pernikahan, prediksi Mr.Hiver yang menyebutkan 1 tahun sudah cukup ternyata memang cukup. Sebenarnya meski Mr.Hiver tak meminta syarat untuk menjadi menantunya sebelum Nara berguru beladiri padanya, Nara memang sudah jatuh hati pada Reno, begitu juga sebaliknya.
****************
“kau ingin liburan kemana sayang?? Untuk merayakan pernikahan kita? Ini waktunya kita berbulan madu, tapi kenapa kau masih berkelut dengan proyekmu, aku yakin Mr.Anggara mengijinkan kita mengambil cuti mengingat kita sudah berhasil mebuat perusahaannya sukses sekarang.” tanya Reno sambil mendekap Nara yang sedang duduk di depan komputer jinjingnya mengerjakan proyek desain rumah lagi.
“dirumah bersamamu sudah merupakan bulan madu untukku.” Nara memutar kursinya hingga bisa berhadapan dengan Reno yang berdiri di depannya.
“tapi kan kita juga butuh refreshing, anggap saja sebagai liburan setelah kita bekerja sekeras itu.” protes Reno.
“baiklah... bagaimana kalau Perancis, satu minggu. Aku rindu disana” Jawab Nara menyerah. “okee.....”jawab Reno antusias.
“tapi sebelumnya aku ingin mengunjungi seseorang terlebih dahulu.”
“siapa???” tanya Reno mengangkat alis tak mengerti. “Alen....” keduanya sama-sama diam.
Reno tahu Nara memang tak bisa melupakan Alen yang mengajarinya kata cinta, tapi Reno tahu Nara sudah melepaskan semua perasaannya pada Alen dan memulai mencintai Reno. Reno tersenyum dan menarik Nara berdiri. Dia merengkuh kedua pipi Nara dan mencium bibir manis itu lagi.
“Setuju.....”
“lagian aku juga sudah lama tak bertemu dengan Alen.” Katanya setelah mengakhiri ciuman itu.
“kau percaya padaku? Bahwa aku sudah melepas semua perasaanku pada Alen?” tanya Nara.
“tentu... kau tahu kalau aku bisa melihat kedalam sini.” Reno menunjuk kening Nara lalu pada dada Nara, menandakan bahwa Reno bisa mengerti bagaimana kesungguhan hati Nara.
Mata kelabu itu yang memang sejak awal meruntuhkan pertahanan Nara. Rasa sediih yang Nara simpan selama ini berhasil dibongkar olehnya, dan sedikit demi sedikit dikikis oleh kehangatannya. Mata kelabu yang selalu mampu menenangkan Nara dimanapun dan kapanpun Nara merasa terjatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar