Sabtu, 26 April 2014

Klayara Dilafa

Namaku Klayara Dilafa. Seorang mahasiswa semester 7 program studi Gizi di salah satu Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di Malang yang terkenal sebagai kota pendidikan. Kuharap juga seperti itu adanya. Aku termasuk cewek yang tak terlalu fanatic dengan akun jejaring social, setidaknya tak separah salah satu sahabatku yang dikit-dikit update status. Aku juga bukan tipe cewek yang suka berkenalan melalui jejaring social, jika para temanku punya beribu teman, aku mungkin hanya lima ratusan, dan itu orang yang memang ku kenal saja. Tapi ada yang berbeda dengan diriku sejak beberapa tahun lalu. Aku berkenalan dengan orang yang bahkan tak pernah kutemui sebelumnya.
Saat itu aku baru duduk di bangku SMA yang sering disebut masa paling indah. Katanya.  Dulu aku masih rajin membuka akun Tumblr milikku yang kubuat atas dasar paksaan guru TIK. Baru jalan seminggu, teman sebangkuku yang bisa dibilang penguasa IT di kelas merekomendasikan sebuah akun Tumblr milik sesorang padaku. Isinya sederhana, sebuah akun yang sering sekali menceritakan tentang kehidupannya sebagai seorang pelajar. Gaya bahasa yang anak SMA banget membuatku serasa ikut dalam cerita di dalamnya. Sering kukunjungi akun miliknya, melihat kata mutiara, atau kata motivasi yang dia ciptakan sendiri, atau dikutip dari penulis ternama dari berbagai belahan dunia. Selama dua tahun aku saling mengomentari dengan akun Tumblr tersebut, dan ketika kami akan memasuki universitas, kami memutuskan untuk bertukar alamat e-mail.


            Namanya Senara Dirgantara, mahasiswa semester 7 juga di salah satu universitas negeri di Jogjakarta dengan program studi teknologi pangan. Semenjak 4 tahun lalu, kami saling mengirim e-mail tentang berbagai hal, berbagi cerita, berbagi pengalaman, dan lain sebagainya yang bisa kami bagi, hingga ada sebentuk rasa nyaman hinggap dalam diriku. Alirannya yang lebih condong ke psikologi selalu mampu memunculkan perdebatan dan bahasan seru. Tak hanya itu, aku yang juga hobby membuat cerpen selalu berhasil membuatnya mengkritikku secara habis-habisan. Kuakui dia anak yang pintar, cerdas, dan daya juangnya tinggi, meski dia seorang mahasiswa Teknologi Pangan, tapi keahliannya sebagai keturunan Psikolog tak bisa diremehkan.
Pernah ku bertanya kenapa dia tak memilih sebagai Psikolog saja, dan jawabannya sangat mencengangkan. “ bagiku Psikolog itu hanya bagaimana kita bisa memahami setiap sudut pandang. Dan hanya dengan mendengar aku bisa memahami. menjadi tempat curhat juga bisa dibilang psikolog kok. Hanya sedikit amatir.”  
Kami sampai punya kebiasaan unik saat salah satu dari kami mengirim sebuah scan laporan hasil belajar akhir semester.Kulihat layar komputer jinjingku yang sudah menampilkan akun yahoo-ku. Berderet e-mail baru terlepas dari pemberitahuan dari jejaring social facebook, dan twitterku.
To                   : Klayara Dilafa
From              : Senara Dirgantara
Hai… merci Kla buat cerpen barumu, tapi maafkan aku karena belum sempat membacanya. Kau tahu sendiri betapa sibuknya tahun ini. J skripsi sedang berlangsung. bagaimana kuliahmu? Lancar? Sudah mendapatkan resep makanan bergizi baru Chef? Ku kira kau harus mengirimiku satu lagi tiket es krim strawberry bersama dengan kau terimanya foto scan ini.

Kla adalah panggilan Sena padaku, padahal aku lebih sering dipanggil Dila. Aku tersenyum saat melihat foto laporan hasil belajar miliknya, tapi juga tersenyum menang karena aku juga akan mendapatkannya. Aku buka program photoscape dan kucari gambar es krim strawberry, ku edit disana sini dengan menambahkan kata-kata sederhana beserta tanggal pembuatan, tak lupa foto tanda tanganku sebagai tanda bahwa tiket itu sah lalu kusimpan dalam format JPEG.
            To                   : Senara Dirgantara
            From              : Klayara Dilafa
Sama-sama Sena…. Tenang saja, aku sangat mengerti karena aku juga merasakannya. Aku juga sedang mati-matian dengan skripsiku. Mungkin semester kemarin aku tidak bisa memenuhi target IPK yang kita tetapkan, tapi kali ini, kau juga harus memberiku es krim coklat. J. Untuk semester terakhir, bagaimana kalau satu cup ukuran sedang?

            Ku tekan tombol send, mengirimkan suratku, tiket es krim, dan juga laporan hasil belajarku yang sudah ku scan. Semester ini aku mendapatkan IPK diatas standart yang kami tetapkan. Tradisi kami, dan juga penyemangatku, kami akan mengirim foto hasil belajar kami di setiap semester jika dapat memenuhi standart IPK minimal menurut versi kami. Siapa yang bisa, dia akan mendapat satu tiket es krim gratis. Tentu rasanya ditentukan sendiri. Kami tak pernah bertemu, dan entah kapan kami dipertemukan. Satu yang kami yakini, tiket itu tak akan sia-sia. Aku tahu bagaimana Sena hanya dari foto di jejaring sosialnya, begitupun Sena padaku. Aku mempunyai seorang teman yang satu Universitas dengan Sena, mahasiswa Teknologi hasil perikanan yang berada satu gedung perkuliahan dengan Sena. Aku pernah bercerita juga tentang Sena padanya. Tapi itu hanya sebuah cerita, meski dia ingin mencari tahu siapakah seorang Sena. Tapi selama empat tahun ini tak ku dengar kabar darinya jika dia tlah menemukan seorang Sena.
            To                   : Klayara Dilafa
From              : Senara Dirgantara
Of course… siapa takut… J kukirim tiketmu… J dan semangat untuk skripsi kita…
Kusimpan  foto es krim coklat pemberian Sena di folder khusus yang menyimpan 6 foto es krim Sena yang lain dan segera kucetak semuanya.

8 bulan kemudian…
Aku dan Sena lulus dengan nilai cumlaude, sebagai gantinya, tiket es krim gratis juga sudah dia kirim sebulan lalu.

‘Dila… kamu dimana??’ ~amilia       
‘rumah, kenapa?’- dila
‘temani aku hang out sama Andre’-Amilia
‘kenapa aku? Kau tahu aku tidak suka ikut hang out sama anak pacaran’-Dila
‘andre ngajak temennya dari Jogja, jadi kamu gk sendirian. Semua pada sibuk. Please…. ‘-amilia

Aku mendengus pelan melihat pesan terkahir Amilia, sibuk apa dalam bulan-bulan seperti ini? Skripsi juga harusnya sudah kelar dari sebulan yang lalu. Sebelum aku berubah pikiran, langsung kusetujui ajakannya.
‘oke… lengkapnya?’-Dila
‘Illi retaurant… sejam lagi, aku akan berada di rumahmu.’-Amilia
Tepat satu jam dari pesan terkhir dikirim, aku juga sudah selesai berbenah. Dalam waktu 20 menit, kami sampai di Illi, salah satu restoran bermenu italia di kota kami, dan ternyata disana sudah ada Andre dan temannya sudah menunggu.
demi apapun, aku merasa pernah bertemu dengannya. Tapi dimana??
‘ah… akhirnya kalian datang. Perkenalkan ini temanku dari Jogja.’ Andre diikuti temannya langsung berdiri ketika melihatku dan Amilia datang. Aku mengulurkan tangan dan langsung disambut hangat oleh teman Andre, dan saat menjabat tangannya. Ada déjà vu rasa nyaman dalam diriku. Dia perkenalkan namanya, dan entah kenapa, otakku sedikit melambat saat itu.
‘Senara,,’ katanya ramah. Dengan spontan aku juga menjawab, namun terhenti di tengah-tengah.
Dila….’ 2 detik ‘Klayara Dilafa’
Diam. Tak ada yang melepas jabatan tangan ini. Tidak aku, juga tidak dia. Kami sama-sama terpaku, sampai Andre menyadarkan kami. Andre langsung memanggil pelayan untuk mencatat pesanan. Kami masih terdiam saat makan, perlu bantuan Andre untuk menyatukan obrolan kami. Selesai makan, kami melanjutkan perjalanan ke alun-alun kota Batu. Saat sampai disana hari sudah gelap. Setelah menunaikan ibadah shalat magrib, kami berempat kembali ke alun-alun.
‘aku akan naik bersama Amilia, kalian tidak ikut?’ tanya Andre padaku dan Sena. Tanpa sadar, kami menggeleng bersamaan.
‘bagus…. Itu jawaban yang kuharapkan.’katanya sambil melenggang pergi, sial. Apa yang harus kulakukan?
Selama 5 menit kami berdiam, membicarakan hal dasar yang terkesan datar, sampai akhirnya Sena berdiri dan tiba-tiba menggandeng tanganku.
‘kupenuhi semua tiketmu.’ Katanya sambil tersenyum.
Gila…tak kusangka senyumnya semanis ini jika dilihat secara langsung. Dan aku hanya bisa bengong menatapnya.
Sena membelikanku es krim dengan rasa yang kemarin sudah kutentukan, begitu juga sebaliknya hingga kami sekarang sedang menikmati es krim rasa coklat untukku, dan strawberry untuk Sena. Saat makan direstaurant tadi otakku terus berputar mencari tahu siapa sebenarnya seorang senara, dan beberapa detik lalu aku baru sadar dimana aku melihat senyuman itu.
‘jadi… sudah ada yang masuk daftar hatimu?’ tanyanya ragu-ragu.
‘kurasa sudah. Tapi kurasa dia tak tahu’ jawabku singkat. Entah apa yang kupikirkan sampai aku berani mengatakannya. ‘tak berniat memberi tahunya? Boleh kutahu siapa?’ Sena semakin intens bertanya. Kulihat dari sudut mataku tubuhnya menegang.
‘aku baru bertemu dengannya sekali. Dan bagiku itu belum cukup untuk mengenalnya.’ Aku pura-pura santai, padahal dalam hati berdetak kencang. Suatu kegilaan yang paling gila dalam hidupku jatuh cinta pada orang yang selama 4 tahun tak pernah kuketahui bagaimana dirinya. Sena menghembuskan napas dan tersenyum kecil.
‘bagaimana kau bisa mengenalnya jika kau hanya bertemu sekali.’
‘pasti bertemu lagi, entah dimana. Jodoh tak akan kemana bukan?’
‘tentu… ngomong-ngomong aku ditarik kerja dimalang, direkomendasi oleh salah satu dosen. Itulah kenapa aku ikut andre kesini, sekalian survey tempat kerjaku.’ Sena mengambil sesuatu dari saku belakangnya, dan menyerahkan padaku sambil tersenyum.
‘aku juga sudah dikirim oleh dosenku dengan beberapa temanku yang lain.’ Kuterima kertas berwarna biru kombinasi perak itu dengan sedikit merasa aneh. Terasa familier.
‘akankah…. Aku segera membuka tas kecil.ku dengan gerakan cepat, mengobrak abrik isinya dan mendapatkan dompet hitamku. Kutarik secarik kertas dari jajaran kartu nama dan atm lain.
‘impossible.” Kujajarkan kedua kartu nama itu, tak berbeda sesentipun. Sena yang awalnya terlihat kaget langsung tersenyum.
‘memang tak akan kemana-mana. Dan sepertinya disanalah semua harus berawal.’ Sena bangkit, es krim-nya sidah habis, sementara punyaku masih tersisa ujungnya. Sena melambaikan tangan mengisyaratkan agar aku mengikutinya, aku segera mengahabiskan potongan terkahir. Berlari kecil menuju Andre dan Amilia yang sudah berdiri di depan komedi putar.
‘yaa… mungkin disana semua harus berawal. Aku hanya percaya padamu Tuhan. Kau tahu yang terbaik.’
Kuakhiri malam itu dengan berfoto bersama di komedi putar. Kami berempat. Dan ternyata, Andre memang mencari dan menemukan Sena, tapi dia tak pernah bercerita. Padaku, atau pada Sena. Sepertinya dia berjasa besar padaku. aku sangat berterimakasih padanya karena mempertemukan dua orang yang tak pernah berjumpa selama 4 tahun lebih.
“ndre... makasih yaa kamu udah nemuin aku sama Sena.” Aku berterimakasih saat kami berempat akan naik motor untuk pulang.
“sama-sama.... yang pasti jangan lupa undang-undang.” Andre tersenyum jahil, sementara Sena langsung meninju perutnya pelan. Andre mendramatisir dengan berekspresi kesakitan.
“undang-undang dasar haah??” Kata Sena.
Aku dan Amilia tertawa bersamaan melihat dua orang yang sedang berkelahi itu. Komedi putar seakan menjadi ornamen yang indah dengan latar belakang langit bersih yang berbintang. Malam yang sempurna untuk memulai semua. Dari awal.

created by : Alia Anastasya - achi alia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar