Namaku
Klayara Dilafa. Seorang mahasiswa semester 7 program studi Gizi di salah satu
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di Malang yang terkenal sebagai kota pendidikan.
Kuharap juga seperti itu adanya. Aku termasuk cewek yang tak terlalu fanatic
dengan akun jejaring social, setidaknya tak separah salah satu sahabatku yang
dikit-dikit update status. Aku juga bukan tipe cewek yang suka berkenalan
melalui jejaring social, jika para temanku punya beribu teman, aku mungkin
hanya lima ratusan, dan itu orang yang memang ku kenal saja. Tapi ada yang
berbeda dengan diriku sejak beberapa tahun lalu. Aku berkenalan dengan orang
yang bahkan tak pernah kutemui sebelumnya.
Saat
itu aku baru duduk di bangku SMA yang sering disebut masa paling indah.
Katanya. Dulu aku masih rajin membuka
akun Tumblr milikku yang kubuat atas dasar paksaan guru TIK. Baru jalan
seminggu, teman sebangkuku yang bisa dibilang penguasa IT di kelas
merekomendasikan sebuah akun Tumblr milik sesorang padaku. Isinya sederhana,
sebuah akun yang sering sekali menceritakan tentang kehidupannya sebagai
seorang pelajar. Gaya bahasa yang anak SMA banget membuatku serasa ikut dalam
cerita di dalamnya. Sering kukunjungi akun miliknya, melihat kata mutiara, atau
kata motivasi yang dia ciptakan sendiri, atau dikutip dari penulis ternama dari berbagai belahan dunia. Selama
dua tahun aku saling mengomentari dengan
akun Tumblr tersebut, dan ketika kami akan memasuki universitas, kami
memutuskan untuk bertukar alamat e-mail.
Namanya
Senara Dirgantara, mahasiswa semester 7 juga di salah satu universitas negeri
di Jogjakarta dengan program studi teknologi pangan. Semenjak 4 tahun lalu,
kami saling mengirim e-mail tentang berbagai hal, berbagi cerita, berbagi
pengalaman, dan lain sebagainya
yang bisa kami bagi, hingga ada sebentuk rasa nyaman hinggap dalam diriku.
Alirannya yang lebih condong ke psikologi selalu mampu memunculkan perdebatan
dan bahasan seru. Tak hanya itu, aku yang juga hobby membuat cerpen selalu
berhasil membuatnya mengkritikku secara habis-habisan. Kuakui dia anak yang
pintar, cerdas, dan daya juangnya tinggi, meski dia seorang mahasiswa Teknologi
Pangan, tapi keahliannya sebagai keturunan Psikolog tak bisa diremehkan.
Pernah
ku bertanya kenapa dia tak memilih sebagai Psikolog saja, dan jawabannya sangat
mencengangkan. “ bagiku Psikolog itu hanya bagaimana kita bisa memahami setiap sudut pandang. Dan hanya dengan
mendengar aku bisa memahami. menjadi
tempat curhat juga bisa dibilang psikolog kok. Hanya
sedikit amatir.”
Kami
sampai punya kebiasaan unik saat salah satu dari kami mengirim sebuah scan laporan
hasil belajar akhir semester.Kulihat layar komputer
jinjingku yang sudah menampilkan akun yahoo-ku. Berderet e-mail baru terlepas
dari pemberitahuan dari jejaring social facebook, dan twitterku.
To : Klayara Dilafa
From : Senara Dirgantara
Hai… merci Kla buat cerpen barumu, tapi maafkan aku karena
belum sempat membacanya. Kau tahu sendiri betapa sibuknya tahun ini. J skripsi sedang berlangsung.
bagaimana kuliahmu? Lancar? Sudah mendapatkan resep makanan bergizi baru Chef?
Ku kira kau harus mengirimiku satu lagi tiket es krim strawberry bersama dengan
kau terimanya foto scan ini.
Kla
adalah panggilan Sena padaku, padahal aku lebih sering dipanggil Dila. Aku
tersenyum saat melihat foto laporan hasil belajar miliknya, tapi juga tersenyum
menang karena aku juga akan mendapatkannya. Aku buka
program photoscape dan kucari gambar es krim strawberry, ku edit disana sini
dengan menambahkan kata-kata sederhana beserta tanggal pembuatan, tak lupa foto
tanda tanganku sebagai tanda bahwa tiket itu sah lalu kusimpan dalam format
JPEG.
To :
Senara Dirgantara
From : Klayara Dilafa
Sama-sama Sena…. Tenang saja, aku sangat mengerti karena aku
juga merasakannya. Aku juga sedang mati-matian dengan skripsiku. Mungkin semester
kemarin aku tidak bisa memenuhi target IPK yang kita tetapkan, tapi kali ini, kau juga harus
memberiku es krim coklat. J.
Untuk semester terakhir, bagaimana kalau satu cup ukuran sedang?
Ku tekan tombol send, mengirimkan suratku, tiket es krim,
dan juga laporan hasil belajarku yang sudah ku scan. Semester ini aku
mendapatkan IPK diatas standart yang kami tetapkan.
Tradisi kami, dan juga penyemangatku, kami akan mengirim foto hasil belajar
kami di setiap semester
jika dapat memenuhi standart IPK minimal menurut versi kami.
Siapa yang bisa, dia akan mendapat satu tiket es krim gratis. Tentu rasanya
ditentukan sendiri. Kami tak pernah bertemu, dan entah kapan kami dipertemukan.
Satu yang kami yakini, tiket itu tak akan sia-sia. Aku tahu bagaimana Sena
hanya dari foto di jejaring sosialnya, begitupun Sena padaku. Aku mempunyai
seorang teman yang satu Universitas dengan Sena, mahasiswa Teknologi hasil
perikanan yang berada satu gedung
perkuliahan dengan Sena. Aku pernah bercerita juga
tentang Sena padanya. Tapi itu hanya sebuah cerita, meski dia ingin mencari
tahu siapakah seorang Sena. Tapi selama empat tahun ini tak ku dengar kabar
darinya jika dia tlah menemukan seorang Sena.
To : Klayara Dilafa
From : Senara Dirgantara
Of course… siapa takut… J kukirim tiketmu… J dan semangat untuk skripsi kita…
Kusimpan foto es krim coklat pemberian Sena di folder
khusus yang menyimpan 6 foto
es krim Sena yang lain dan segera kucetak semuanya.
8 bulan kemudian…
Aku dan Sena lulus
dengan nilai cumlaude, sebagai gantinya,
tiket es krim gratis juga sudah dia kirim sebulan lalu.
‘Dila…
kamu dimana??’ ~amilia
‘rumah,
kenapa?’- dila
‘temani
aku hang out sama Andre’-Amilia
‘kenapa
aku? Kau tahu aku tidak suka ikut hang out sama anak pacaran’-Dila
‘andre
ngajak temennya dari Jogja, jadi
kamu gk sendirian. Semua pada sibuk. Please…. ‘-amilia
Aku mendengus pelan
melihat pesan terkahir Amilia, sibuk apa dalam bulan-bulan seperti ini? Skripsi
juga harusnya sudah kelar dari
sebulan yang lalu. Sebelum aku berubah pikiran, langsung kusetujui ajakannya.
‘oke…
lengkapnya?’-Dila
‘Illi retaurant… sejam lagi, aku akan berada
di rumahmu.’-Amilia
Tepat satu jam dari
pesan terkhir dikirim, aku juga sudah selesai berbenah. Dalam waktu 20 menit,
kami sampai di Illi, salah satu restoran
bermenu italia di kota kami, dan ternyata disana sudah ada
Andre dan temannya sudah menunggu.
demi
apapun, aku merasa pernah bertemu dengannya. Tapi dimana??
‘ah… akhirnya kalian
datang. Perkenalkan ini temanku dari Jogja.’ Andre diikuti temannya langsung
berdiri ketika melihatku dan Amilia datang. Aku mengulurkan tangan dan langsung
disambut hangat oleh teman Andre, dan saat menjabat tangannya. Ada déjà vu rasa
nyaman dalam diriku. Dia perkenalkan namanya, dan entah kenapa, otakku sedikit
melambat saat itu.
‘Senara,,’ katanya
ramah. Dengan spontan aku juga menjawab, namun terhenti di tengah-tengah.
‘Dila….’ 2 detik ‘Klayara Dilafa’
Diam. Tak ada yang
melepas jabatan tangan ini. Tidak aku, juga tidak dia. Kami sama-sama terpaku,
sampai Andre menyadarkan kami. Andre langsung memanggil pelayan untuk mencatat pesanan. Kami masih terdiam
saat makan, perlu bantuan Andre untuk menyatukan obrolan kami. Selesai makan,
kami melanjutkan perjalanan ke alun-alun kota Batu. Saat sampai disana hari
sudah gelap. Setelah menunaikan ibadah shalat magrib, kami berempat kembali ke
alun-alun.
‘aku akan naik bersama
Amilia, kalian tidak ikut?’ tanya Andre padaku dan Sena. Tanpa sadar, kami
menggeleng bersamaan.
‘bagus…. Itu jawaban
yang kuharapkan.’katanya sambil melenggang pergi, sial. Apa yang harus kulakukan?
Selama 5 menit kami
berdiam, membicarakan hal dasar yang terkesan datar, sampai akhirnya Sena
berdiri dan tiba-tiba menggandeng tanganku.
‘kupenuhi semua
tiketmu.’ Katanya sambil tersenyum.
Gila…tak
kusangka senyumnya semanis ini jika dilihat secara langsung. Dan aku
hanya bisa bengong menatapnya.
Sena membelikanku es krim dengan rasa yang kemarin sudah
kutentukan, begitu juga sebaliknya hingga kami sekarang sedang menikmati es
krim rasa coklat untukku, dan strawberry untuk Sena. Saat makan direstaurant tadi otakku terus berputar
mencari tahu siapa sebenarnya seorang senara, dan beberapa detik lalu aku baru
sadar dimana aku melihat senyuman itu.
‘jadi… sudah ada yang masuk daftar
hatimu?’ tanyanya ragu-ragu.
‘kurasa sudah. Tapi
kurasa dia tak tahu’ jawabku singkat. Entah apa yang kupikirkan sampai aku
berani mengatakannya. ‘tak berniat memberi
tahunya? Boleh kutahu siapa?’ Sena semakin intens bertanya. Kulihat dari sudut mataku tubuhnya
menegang.
‘aku baru bertemu dengannya sekali. Dan bagiku itu belum
cukup untuk mengenalnya.’ Aku pura-pura santai,
padahal dalam hati berdetak kencang. Suatu kegilaan yang paling gila dalam
hidupku jatuh cinta pada orang yang selama 4 tahun tak pernah kuketahui
bagaimana dirinya. Sena menghembuskan
napas dan tersenyum kecil.
‘bagaimana kau bisa
mengenalnya jika kau hanya bertemu sekali.’
‘pasti bertemu lagi,
entah dimana. Jodoh tak akan kemana bukan?’
‘tentu… ngomong-ngomong aku ditarik kerja
dimalang, direkomendasi oleh salah satu dosen. Itulah
kenapa aku ikut andre kesini, sekalian survey tempat kerjaku.’
Sena mengambil sesuatu dari saku belakangnya, dan menyerahkan padaku sambil
tersenyum.
‘aku juga sudah dikirim
oleh dosenku dengan beberapa temanku yang lain.’ Kuterima kertas berwarna biru
kombinasi perak itu dengan sedikit merasa aneh. Terasa familier.
‘akankah….’ Aku segera membuka tas
kecil.ku dengan gerakan cepat, mengobrak abrik isinya dan mendapatkan dompet
hitamku. Kutarik secarik kertas dari jajaran kartu nama dan atm lain.
‘impossible.” Kujajarkan
kedua kartu nama itu, tak berbeda sesentipun. Sena yang awalnya terlihat kaget
langsung tersenyum.
‘memang tak akan
kemana-mana. Dan sepertinya disanalah semua harus berawal.’ Sena bangkit, es
krim-nya sidah habis, sementara punyaku masih tersisa ujungnya. Sena melambaikan
tangan mengisyaratkan agar aku mengikutinya, aku segera mengahabiskan potongan terkahir.
Berlari kecil menuju Andre dan Amilia yang sudah berdiri di depan komedi putar.
‘yaa… mungkin disana
semua harus berawal. Aku hanya percaya padamu Tuhan. Kau tahu yang terbaik.’
Kuakhiri malam itu
dengan berfoto bersama di komedi putar. Kami berempat. Dan ternyata, Andre
memang mencari dan menemukan Sena, tapi dia tak pernah bercerita. Padaku, atau
pada Sena. Sepertinya dia berjasa besar padaku. aku sangat berterimakasih
padanya karena mempertemukan dua orang yang tak pernah berjumpa selama 4 tahun
lebih.
“ndre...
makasih yaa kamu udah nemuin aku sama Sena.” Aku berterimakasih saat kami
berempat akan naik motor untuk pulang.
“sama-sama....
yang pasti jangan lupa undang-undang.” Andre tersenyum jahil, sementara Sena
langsung meninju perutnya pelan. Andre mendramatisir dengan berekspresi
kesakitan.
“undang-undang
dasar haah??” Kata Sena.
Aku dan
Amilia tertawa bersamaan melihat dua orang yang sedang berkelahi itu. Komedi
putar seakan menjadi ornamen yang indah dengan latar belakang langit bersih
yang berbintang. Malam yang sempurna untuk memulai semua. Dari awal.
created by : Alia Anastasya - achi alia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar