Minggu, 11 Maret 2012

SAKSI SANG JINGGA


Tara hanya terduduk termenung, mengingat kata-kata di sms dirga,
‘kamu memang suka ngatur, kamu harus bisa lebih bijaksana, kamu harus mikirin yang laen’
Setiap kata yang terlihat oleh Tara, membuat air mata tara menari indah di pipinya.  Wajah putih langsat yang dimilikinya menjadikan air mata itu terlihat seperti permata yang silau karena lampu balkon yang terang menyala. Tara duduk di balkon depan kamarnya, merenung, hatinya masih tersayat karena masalah yang melandanya. Konflik di fotografi membuatnya sakit hati, usulan yang niatnya baik, jadi jelek karena salah paham. Tara, yang memang bukan anak forum fotografi dan gak professional, hanya ingin menunjukan idenya saja, tapi ternyata semua di salah tanggapi oleh anggota fotografer yang lain. Mereka mengira kalau ide pemisahan kelompok, mereka anggap itu sebuah diferensiasi. Hal ini membuat hati Tara terasa tersayat, dia merasa bahwa dia tak berguna disini, dia tak pernah di anggap, Tara merasa selalu ada masalah padanya d fotografer ini. Dirga yang memberitahu tentang ini, tentang sangkut pautnnya Tara dengan salah satu anggota fotograf yang ingin keluar. Tara terdiam, memikirkan bagaimana cara memperbaiki semuanya. Bagaimanapun, yang bisa Tara lakukan adalah meminta maaf, supaya semua bisa terselesaikan. Bagi Tara yang terpenting kali ini adalah bagaimana dia bisa menghilangkan sedikit rasa marah temannya padanya, dan setelah itu, dia akan memikirkan kelanjutannya lagi.
****



“aku minta maaf kalau mungkin kalian menganggap aku mendiferensiasikan kalian, aku gak bermaksud begitu, aku cuma bermaksud agar mereka yang sudah mahir, bisa melanjutkan ke materi yang lebih mendalam lagi…..”
Tara berbicara dengan menahan tangis yang mulai mencekat tenggorokannya, sampai Tara tak bisa bicara. Dia sudah mejelaskan apa yang dia maksudkan, dan dia juga sudah menghubungi anak yang hampir keluar dari fotografer. Setelah itu, Tara hanya diam saja. Dan setelah pertemuan fotografer selesai, dia pulang. Dengan hati yang masih panas, dia pulang dengan susah hati.
“Tara…….. tunggu…….”
Suara itu membuat telinga Tara terasa panas, dia yang memberi tahu semua ini, dia yang menasehati Tara, tapi walau begitu, Tara tidak tahu kenapa dia bisa ikut sebel sama cowok itu. Dia sebel karena cowok itu tidak mau cerita semuanya. Dia hanya bisa memancing Tara. Tara tetap berjalan terus, mencoba tak menggubris panggilan Dirga.
“tara…. Tara…. Sebentar”. Dirga berlari kecil lalu memegang tangan Tara. Tapi Tara mencoba mengelak. “Tara dengerin aku, kalau kamu mau cerita ke aku, aku akan dengerin kamu”.
“gak….. gak perlu,,,, aku udah cerita apa yang aku tahu ke kamu, kamu yang lebih tahu bagaimana spesifiknnya masalahku, jadi apa yang harus aku omongin, kamu udah tahu sebelumnya secara lengkap tentang hal ini”
“iya sih……..” Dirga melembutkan cengkeramannya. “aku mau pergi dari sini…. “ kata Tara sambil terus mengotak atik tasnya. “aku anter” Dirga mecoba menyamai langkah Tara, Tara mengambil kamera dalam tasnya, dan menggantungkann di leher
“gak usah… aku cuma pengen refreshing” Tara meninggalkan Dirga dengan acuh, dan mulai melangkahkan kaki menyusuri senja.
“ini udah hampir malam Tara, nanti kamu kemaleman, kamu harus ada temannya” Dirga trus saja menyamakan langkah dengan Tara dan mengikuti setiap jejak kaki Tara. Tapi Tara tetap tak menggubris nasehat Dirga, Dirga yang tidak bisa meluluhkan hati Tara akhirnya menyerah dan diam mematung melihat Tara pergi. Tara mulai menyusuri senja di depan matanya, dia menuju taman, dimana dia sering menghabiskan waktu disana. Menikmati terlelapnya sang mentari di ufuk barat. Berharap masalah dan perasaan campur aduknya, juga bisa tenggelam bersama mentari, bahkan, dia ingin agar masalahnya tak muncul lagi, dan disaat mentari menampakan dirinya lagi, itu adalah halaman baru dalam perjalanan hidup Tara. Tara memejamkan mata, menikmati terpaan lembut angin senja, menikmati terpaan cahaya sang surya yang mulai memudar, dan air matanya menetes lagi.
‘aku tak bisa jika harus jadi orang bijak, selalu ada yang tak suka atau, akan ada korban yang akan sakit hati, aku lebih bisa jika disuruh memilih dari sebuah pilihan, walau terlihat sulit, tapi itu tak terlalu sulit daripada membuat sebuah kebijakan.’
Air matanya menetes kembali, mengalir lembut di pipi Tara yang merona terkena sinar mentari. Dia membuka mata dan mengusap air matanya, dia bangkit dan mulai menjamahkan kakinya kembali ke bumi. Langkah Tara terasa berat di awal, tapi, dia mulai bisa membawa kedua kakinya seperti daun yang terbang. Tara melepas penutup kameranya, dan mulai mencari objek untuk di foto, CKRIK... CKRIK..... Tara memang bukan anak yang ahli dalam bidang fotografer formal, tapi dia adalah Street Fotogarafer. Yang lebih suka memotret sesuka hatinya.
*****
 Objek di taman dekat sungai Ryth sangat indah untuk di abadikan, apa lagi disaat senja seperti ini. Hal ini membuat Tara merasa terhibur, saat gerakan dan langkahnya terhenti karena sesuatu yang tegak berdiri di pinggir sungai Ryth. Tara mulai menengadahkan kepalanya dari lensa kamera, agar bisa melihat dengan jelas sosok yang dia lihat. Dia lagi, orang yang selalu jadi objek misteri bagi Tara, orang itu selalu ada di dekat sungi Ryth, saat Tara juga berada di daerah situ, dan tara hanya bisa melihat sosok tubuhnya, dia tidak pernah bisa untuk mencari tahu wajah aslinya. Dia hanya bisa melihat salah satu sisi tubuhnya. Bahkan, dulu Tara sempat mengikuti orang itu, tapi Tara kehilangan jejak, saat lampu merah bagi pejalan kaki memisahkan mereka, dan kerumunan orang di seberang jalan yang membuat sosok itu menghilang dari pandangan matanya.
‘siapa sosok itu, dia selalu ada di pinggir sungai itu, melihatnya terasa seperti salju dihatiku, yang bisa membuatku merasa nyaman, ada sesuatu dalam dirinya, aku tak tahu apa’
******
Tara baru memasukan kunci apartemennya ke lubang kunci kamar, sampai suara itu, membuatnya tertahan. Tangannya memegang pundak Tara dengan kuat tapi lembut. Tara hanya menunduk, menghela nafas berat, dan menoleh dengan enggan kearah suara itu.
“ada apa ga??? Kamu tidak usah khawatir, aku tidak apa-apa” Tara menyandarkan tubuhnya di pintu. “Tara, kamu harus cerita semuanya, kamu janji kalo kita harus saling berbagi”
Tara mendengarkan dengan acuh dan membuka pintu kamarnya, dan masuk. Dirga mengikuti Tara masuk ke apartemennya. Hal itu sudah biasa di lakukan Tara maupun Dirga, mereka sangat dekat, mereka sudah biasa masuk apartemen orang. Bahkan orang-orang yang ada di sebelah apartemen mereka sudah mengetahui hal itu, bahkan, orang di apartemen itu, sering berkumpul bersama, mereka sudah saling menganggap keluarga sendiri, jadi, tidak aneh jika Dirga masuk ke dalam apartemen Tara. Dirga duduk di sofa, dan mulai mengoceh agar Tara menceritakan apa yang terjadi tadi, sampai Tara menangis.
“tak ada yang perlu di khawatirkan, aku tidak apa-apa, tadi tidak ada yang terjadi, aku hanya meminta maaf sama mereka semua atas ketidak bisanya aku menggunakan bahasa yang baik agar mereka tak salah paham, setelah itu, tidak ada yang terjadi, kami bubar, aku pulang dulu karena…… ya….. ada perlu, aku ingin menyendiri dulu” Tara membuka percakapan
“pasti ada yang ganggu pikiranmu sampai kamu kayak gini, kamu gak pernah anggap berat sebuah masalah”
“kamu udah makan?” Tara mencoba mengalihakan pembicaraan. “ehhmmmm…. Udah…. Tara.. kamu janji apapun yang terjadi, kita akan saling berbagi”
“aku sudah cerita ke kamu atas apa yang terjadi dan apa yang aku tahu” jawab Tara sambil menghidupkan kompor. “all of your problem???” tanya Dirga sambil mengeryitkan dahi. “of course…..”
Mereka terdiam sesaat, sampai  teko Tara berbunyi nyaring, yang menandakan air didalamnya sudah mencapai suhu 1000. Tara megambilnya dan menuangkannya ke dalam segelas teh coklat susu yang sudah di raciknya, dan segelas jeruk hangat favorite Dirga. Tara mulai duduk di sofa di depan Dirga, dan mulai menyalakan laptop miliknya.
“sosok pria itu lagi???” tanpa disadari, Dirga sudah ada di samping Tara, duduk bersila di atas sofa seperti Tara. Hal yang selalu mereka lakukan dimanapun mereka berada.
“dia datang lagi ke sungai itu, dia berdiri menatap matahari yang mulai terbenam” Tara menjawab pertanyaan Dirga dengan acuh, dia masih sibuk dengan foto sosok pemuda yang sempat di ambilnya tadi, waktu pemuda itu melihat tenggelamnya sang mentari.
“apakah dia sedang menunggu seseorang??” Dirga mendekatkan wajahnya ke laptop untuk melihat lebih jelas sosok pria itu. “mana aku tahu, aku pernah mencoba mengikuti dia, dengan tujuan ingin tahu siapa dia, tapi aku kehilangan jejaknya. Aku sungguh penasaran dengan pria ini”
“memangnya kau pernah mengenal atau tahu pria ini??”
“aku tak tahu, aku hanya merasa, ada dalam pria itu sesuatu yang membuatku tertarik, hal itu membuat aku ingin tahu siapa dia”
Tara mulai menggilir foto itu ke foto yang lain. Tara hanya iseng masuk di ektrakulikuler fotografer, karena tidak ada hal menarik di kampusnya. Tapi ternyata walaupun hal itu dia lakukan, ternyata dia malah membuat dirinya terlibat dalam sebuah masalah. Tara memang tidak suka menunjukan keahliannya pada orang-orang, padahal dia pandai sekali dalam hal memotret, dia tipe anak tertutup dengan orang yang tak terlalu dikenal, dan tidak suka menunjukan kemampuannya itu. Bahkan Dirga heran, karena harus menjaga rahasia identitas Tara sebagai street fotografer handal, dan terkadang yang membuatnya sebel adalah karena Tara tidak mau mepublishkan hasil karyanya. Tara hanya menyimpannya di laptopnya, dan dengan kepintaran Dirga di bidang perkomputeran, Tara meminta Dirga mengajari bagaimana menyembunyikan file. Dan dengan sedikit belajar, Tara membuat filenya tidak diketahui orang. Setiap Laptopnya di pakai orang lain, Tara tidak merasa khawatir, karena semua hasil karyanya sudah tersimpan rapi dalam file yang tersembunyi.
********


Tara memutuskan untuk keluar dari forum dan mulai dengan jalannya yang dulu lagi. Dia ijin kepada ketua ekskul sekaligus forum fotografer itu. Walau ketuanya sedikit tidak setuju dengan kemunduran diri Tara, tapi dia tak bisa berbuat apa-apa. Akhirnya ketua mengijinkan Tara keluar dari forum. Semenjak kecelakaan yang membuatnya harus tinggal dengan om dan tantenya, Tara memilih untuk kembali ke Paras, dimana dia dulu tinggal bersama kedua orang tuanya. Ibunya meninggal dalam kecelakaan pesawat saat pulang dari mengunjungi pamannya di daerah Odsey bersama kedua orang tuanya. Sementara ayahnya kini berkerja di salah satu cabang perusahaan pamannya. Dia ingin mandiri, dan memilih kembali ke Paras untuk melanjutkan studynya, walau ayahnya cukup mampu membiayai Tara untuk menginap di apartemen mewah, tapi Tara tidak mau, dan memilih apartemen sederhana yang tenang itu. Dia memutuskan untuk melanjutkan sekolah di salah satu universitas disana dengan jurusan desain arsitektur, dan masuk ke dalam forum fotografer setelah memasuki semester ke 4 dari study S1-nya. sampai ketidak sengajaannya bertemu dengan Dirga saat ada bimbingan bersama antara desain arsitektur dan Jaringan dan multi media. Yang ternyata Dirga juga adalah tetangga apartemennya. Yang kamarnya tepat di depan apartemen Tara.
********
Tara duduk di balkon kamarnya yang tak begitu luas, namun mampu di tempati untuk 3-5 orang. Matanya tajam menatap slide demi slide gambar seseorang yang tak ia kenal, namun dia merasa pernah mengenalnya. Dia berpikir keras, sampai lamunannya tersadarkan oleh Dirga yang tiba-tiba sudah duduk di sebelahnya.
“masih bergelut dengan orang itu??” Tara tersentak mendengar suara Dirga. Saat mulut Tara terbuka untuk mengatakan dan sekaligus memarahi Dirga, sebelum Tara sempat bicara, Dirga sudah mendahuluinya bicara.
“aku sudah mengetuk pintu dan memanggilmu, tapi kau tak menjawab, jadi aku langsung masuk, maaf…” Tara tidak jadi marah mendengar penjelasan Dirga, dia sadar kalau dia memang sangat keras memikirkan hal ini. Tara mulai memijat pelipisnya.
“pusing lagi???jangan terlalu difikirkan,,,” Tara menyandarkan tubuhnya ke sofa. “lihat ini, aku sudah mencari tahu siapa dia, walau hanya sedikit yang bisa kudapat”
Dirga merapat ke samping Tara dan melihat data yang telah didapat Tara
**********
Sore itu, setelah Tara menyelesaikan mata kuliahnya, dia kembali datang ke sungai Ryth untuk sekedar menenangkan diri atau menghibur diri, dengan tujuan sampingan berharap bertemu sosok pria itu dan tahu siapa dia sebenarnya. Harapan itu terkabul, Tara melihat sosok itu sedang memandangi aliran sungai Ryth yang mengalir dengan tenang. Tara menunggu sampai sosok itu pergi, lalu dia mengikuti pria itu, walau terkadang tertinggal jarak, tapi kali ini Tara berhasil untuk menemukannya kembali. Pria itu masuk ke sebuah apartemen yang tak jauh beda dari apartemen Tara, Tara berhenti di pos Satpam di depan apartemen. “siang dek… ada yang bisa bapak bantu?” satpam penjaga apartemen itu langsung mendatangi Tara yang hanya berdiam diri di dekat posnya.
“saya cuma ingin bertanya tentang orang itu pak, orang yang barusan masuk, yang memakai kemeja merah kombinasi hitam dengan setelan jins”
“owh…. Mas drian?? ada apa?”
“ya itu lah pokoknya, dia tinggal disini pak?? Sejak kapan??”
Percakapan dalam rangka mencari informasi dari orang bernama Drian membuahkan hasil, satpam itu dengan lancar menjawab semua pertanyaan yang di ajukan oleh Tara tanpa menanyakan apa untuk apa Tara menanyakan tentang hal itu. ******
“drian, dia tinggal di apartemen, katanya, dia baru pindah kesini beberapa bulan yang lalu, sama seperti aku yang mulai melihatnya di sungai itu beberapa bulan lalu” Tara mulai menyesap Teh coklat panasnya. “tahu apa yang di lakukannya disini???”
“katanya, dia disini sekolah di salah satu universitas disni, satpam itu lupa dimana, dia pindah kesini karena dia ingin bangkit dari sebuah kenangan pahit disini, dia bilang semua kenangannya ada di sungai Ryth itu. Aku semakin penasaran dengannya” Tara merebahkan tubuhnya di sofa, dan Dirga menatap kedua mata Tara, Dirga merasa bahwa Tara sangat ingin tahu pria itu, Dirga merasa janggal, kenapa Tara sampai sebegitunya kepada pria ini.
*******
“pagi anak-anak, bapak akan mengenalkan kalian pada murid baru di kelas desain ini, dia pindahan dari universitas Ojai, silahkan delvi”
Tara dengan perasaan yang masih kecewa dengan masalah di forumnya kemarin, tidak mempedulikan perkataan pak Dani yang akan memperkenalkan siswa baru di kelas ini, dan terus saja menggambar di halaman buku bagian belakang, seperti yang biasa dia lakukan saat bosan atau sedang badmood.
“selamat pagi semuanya, perkenalkan nama saya Andryan Delvino, saya pindahan dari UO, saya sering di panggil Delvi secara formal, tapi di lingkungan tempat tinggal saya, saya sering dipanggil Drian. Terima kasih, mohon bantuannya”
‘saya sering dipanggil Drian’ seperti kaset mau rusak, kata itu terulang-ulang di fikiran Tara. Tara kaget dan langsung mendongak. Menghentikan aktivitas menggambarnya.
‘Drian??? Dia…. Yang di sungai itu, dia yang selama ini membuat Tara penasaran. Dan sekarang pria itu berada di hadapannya.’
*****
Delvi baru 3 bulan disini, namun perasaannya masih belum membaik. Dia selalu pergi ke tempat yang dulu sering dia singgahi bersama irang yang sangat dia cinta. Namun perasaannya bercampur aduk, antara bingung, gembira, dan sedih, ketika dia melihat seorang cewek yang duduk di bangku belakang di kelas barunya di salah satu Universitas tempatnya sekolah sekarang.
“selamat pagi semuanya, perkenalkan nama saya Andryan Delvino, saya pindahan dari UO, saya sering di panggil Delvi secara formal, tapi di lingkungan tempat tinggal saya, saya sering dipanggil Drian. Terima kasih, mohon bantuannya” hanya sambutan singkat untuk siswa baru yang sebenarnya tak baru bagi kota ini. Delvi tercengang saat melihat sosok cewek itu, jantungnya serasa berhenti. ‘kenapa dia mirip sekali? ‘
Delvi tidak bisa berkonsentrasi selama pelajaran berlangsung, dia kepikiran wanita yang duduk di barisan paling belakang. Saat pulang, Delvi melihatnya memutar pensil di jari-jarinya tanpa melakukan apapun.
“hai…… hmmm…. Kamu tidak pulang?” Deli merasa sangat kaku di depan cewek itu. Jantungnya berdegup kencang, bahkan dia tahu kalau cewek itu juga bisa melihat ketegangan yang ada dalam dirinya.
*******
“hai…… hmmm…. Kamu tidak pulang?” sapaan hangat, tetapi membuat jantung Tara terasa meloncat dari tempatnya. Dia kaget dan langsung mendongak menatap pria yang memanggilnya. Tapi gerakannya terhenti, saat mata mereka bertemu. Tara bisa melihat tubuh lawan bicaranya menegang, sebenarnya begitupun dengan Tara. Seketika Tara merasa tuli, karena tidak bisa mendengar apa-apa selain detak jantungnya yang semakin kencang. Tapi semakin lama, jantungnya mulai kembali normal. Dia bisa mendengar suara angin yang berhembus masuk ke dalam kelas desainnya itu, dari celah jendela yang sedikit terbuka.
“tidak.. eh.. maksudnya bentar, aku belum beres-beres” dengan terbata, Tara mencoba menjawab pertanyaan Delvi. Delvi tertawa renyah mendengar jawaban Tara. Tara melihat sebuah kelembutan dan kehangatan dalam tawa seorang Delvi. Tara juga melihat ketegangan Delvi juga semakin larut.
“kamu sudah hampir 10 menit disini hanya untuk melamun. Aku melihatmu melamun, jadi aku pikir, bahaya jika meninggalkan orang melamun sendirian disini. Ada yang mengganggu fikiranmu?”
“ha…. Hmmm tidak ada, aku hanya terfiikir mau masak apa nanti malam, karena akan ada acara makan bersama di apartemenku”
Delvi benar, memang ada yang sedang dia fikirkan, yaitu Delvi sendiri. Tara masih heran dan bingung, karena pria yang sering dia kejar itu, sekarang berada satu kelas dengannya. Dan……… pandangan pria itu, terasa hangat di hati Tara. Tara tidak tahu perasaan apa yang muncul dalam dirinya.
“ohh….. kamu tinggal di apartemen juga, dimana apartemenmu?? Kalau dekat, aku mau saja antar kamu pulang, aku tidak tega lihat kamu seperti orang bingung begini” tara tercengang mendengar penawaran Delvi ini. “aku tinggal di apartemen kecil di daerah Fire street”
“aku dengar, disana salah satu kawasan yang tidak terlalu aman. Banyak brandalan lalu-lalang disitu” Delvi terlihat mencemaskan. “memang….. tapi aku sudah biasa disitu, dan syukur tidak ada apapun yang terjadi padaku. Aku bisa pulang sendiri, aku sudah terbiasa pulang kesana sendiri “
“tapi aku sungguh tak tega padamu, kamu seorang cewek, dan disana banyak anak brandalan. Begini saja, anggap ini awal pertemanan kita, kamu punya hutang padaku. Aku baru 3 bulan disini, dan disini sudah banyak yang berubah. Ajak aku berkeliling. Dan juga berkeliling kampus ini. Bagaimana?”
Tara bimbang dengan tawaran Delvi, tapi hatinya tak bisa bohong kalau Tara mau menerima penawaran itu. Seperti lepas dari kendali, mulut Tara langsung menyetujui tawaran itu, padahal Tara sendiri belum terlalu mengenal orang itu.
“baiklah, aku berhutang padamu”
*********
Bip…… 
‘datanglah ke apartemenku sekarang’
Tara menghembuskan nafas, dan mengambil jaket di sebelahnya. Tara memakainya dan membuka pintu kamar. Hanya satu langkah saja, lalu Tara langsung membuka pintu di depannya. Pintu apartemen Dirga yang sebenarnya berada tepat di depan pintu apartemen Tara. 
“ga…..” Tara melongokkan kepalanya ke dalam apartemen Dirga. “masuk aja Tara….”
“ada apa kamu suruh aku kesini, seperti rumah kita terpisah jauh saja. Jarak 3 meter saja harus sms.” Omel Tara dongkol pada Dirga. “yaa…… sekali-kali kamu yang ke apartemenku, kamu sudah lama tidak masuk apartemenku, aku males keluar sekarang, jadi kamu yang harus kesini dan cerita ke aku”
Dirga benar, sudah hampir seminggu Tara tak pernah masuk ke apartemen Dirga. Ini karena Tara masih ingin menyendiri, banyak hal yang bergelut di dalam pikirannya, pikirannya terasa sibuk sendiri, mencari suatu data yang hilang. Tara segera melepas jaketnya dan melemparkannya ke sofa, tepat mengenai muka Dirga. Dan terus berjalan kearah dapur.
“Aww…. Kebiasaan di lempari jaket,” gerutu Dirga sambil menyampirkan jaket Tara di bibir sofa.
“memangnya kamu dengar apa tentang aku?” tara mulai mengobrak-abrik dapur Dirga, dan membuat minuman favorite mereka. “aku denger tadi  bang toni bilang kalo kamu di anter pulang sama cowok.” Toni adalah tukang jualan bubur yang selalu mangkal depan apartemen mereka, dan Tara tadi memang melihat bang toni sedang melayani pembeli di depan apartemen.
“delvi??? Dia memang mengantarku pulang kesini. Dia anak baru di kelas desain”Tara mulai mengaduk-aduk minuman yang ia buat. “kamu mau saja pulang dengan orang yang belum kamu kenal?”
Tara duduk bersila di samping Dirga sambil meletakkan Teh coklat susu dan Jus jeruknya. “aku sudah tahu siapa dia, aku memang belum mengenalnya, tetapi aku sudah mengetahui dia. Bahkan sebelum dia masuk ke kelasku”
“apa maksudmu??” Dirga menghadapkan dirinya ke Tara. Tara hanya menghela nafas dan menyandarkan tubuhnya di sofa, sambil memencet-mencet remote tv.
“andrian delvino, pindahan dari UO, dia tinggal disini sejak beberapa bulan lalu. Dia tinggal di salah satu apartemen di daerah Amprey. Kau tahu siapa dia??” Tara berhenti memencet tombol saat dia melihat sosok Conan muncul di layar TV. “mana ku tahu… kalau aku tahu, aku tidak akan menyuruh kamu menjelaskan ke aku.”
“Drian…. Dia Drian, pria yang aku ceritakan padamu kemarin. Ternyata dia juga satu aliran denganku, desain…”
“apaaa??Kamu gak bo’ong? Jadi dia yang selama ini yang buat kamu penasaran itu? Dan sekarang dia satu kelas sama kamu?” Dirga langsung mengubah posisi duduknya menghadap ke arah Tara. “seperti itulah…” Tara menyesapi teh coklat susu yang telah di buatnya, dan Dirga masih terbengong mendengar jawaban Tara tadi.
*******
“kita mau kemana lagi??” tanya Tara pada orang yang sudah duduk disampingnya itu. “terserah kamu, khan kamu yang jadi pemanduku sekarang. Hmm… bawa aku ke tempat yang menarik disini” Delvi tetap menatap lurus jalan yang ada di depannya.
“iya…. Iya….. hmmmmm…. Kemana yaa…. Ohhh….. aku tahu, disini ada tempat yang menarik bagiku, kamu bisa melihat sebagian kota ini dari situ.”
Tara membawa Drian berkeliling kota untuk membayar janji akan menjadi pemandu wisata disini, dan sekarang untuk sentuhan terakhir, Tara mengajak Delvi ke bukit Shine. Itu adalah tempat yang sering dikunjungi Tara dan Dirga kalau mereka sedang ingin refresing atau sedang ingin menyendiri. Tempatnya tak begitu ramai, tapi disana sudah banyak penduduk yang menetap. Tempat itu juga salah satu tempat yang sering dikunjungi oleh orang-orang, tapi karena kalah dengan terry bloom tower, yang menurut kebanyakan orang adalah tempat yang paling romantis yang ada, jadi bukit ini tak banyak dijamah orang.
“kita sampai…… disini biasanya aku dan Dirga melepas semua perasaan jengkel atau apapun.” Tara berhenti di sebuah taman kecil. “tempat yang bagus, desain tamanya bagus” Tara tertawa pelan. “kenapa kamu tertawa??” Tanya Delvi heran
“kamu tahu siapa yang mendesain ini??” Tara menoleh kearah Delvi “ siapa??”
“aku……… dan juga Dirga. Kami sering sekali kesini, sampai penjaga taman ini kenal akrab dengan kami. Awalnya, kami menemukan tempat ini karena aku waktu itu sedang depresi berat karena masalah dengan ayahku, aku terus berjalan sambil terus memfotoi semua yang ada untuk menghibur hati, dan Dirga menemani aku, sampai kami tiba di suatu taman kecil yang indah, namun tak terawat. Sampai bebrapa kali kami kesini, aku dan Dirga berfikir untuk merenovasi taman ini, dan akhirnya kami dapat persetujuan dari kepala pemerintahan disini, sampai akhirnya taman ini jadi lebih produktif karena tempatnya yang nyaman”
Mereka berdua berhenti di bibir taman yang menunjukan sebuah pemandangan indah di bawahnya. Tanpa sadar Tara sudah mengoceh panjang lebar tentang kreatifitasnya dengan Dirga untuk mengubah taman kecil ini menjadi sebuah sesuatu yang lebih indah. Tara menoleh kearah lawan bicaranya yang sedari tadi tak merespon sedikitpun celotehan Tara. Tapi Tara kaget dengan apa yang dia lihat saat ini. Delvi menatap Tara dengan pandangan yang lembut, ketulusan yang tersirat dari dalam mata Delvi, terasa ikut mengalir menyusuri aliran darah Tara. Tara tertegun memandang Delvi, Delvi langsung mengalihkan pandangan menatap mentari yang mulai bersembunyi ke balik bumi. 
‘expresi itu…’ batin Tara. Expresi yang selalu membuat Tara hangat, yang membuat Tara penasaran pada sesosok pria yang tak dikenalnya.
“kenapa kamu selalu melakukan hal itu??”
“maaf?” Delvi mengeryitkan kening karena tak tahu maksud perkataan Tara. “akh… tidak, aku Cuma bertanya, kenapa kamu melakukan hal seperti itu? Memejamkan mata menghdadap sang mentari yang akan tenggelam??” Tara hanya menunduk, tidak berani menatap mata Delvi.
“ohh…… begitu….. ehmmm…. Aku hanya ingin merasakan orang yang dulu aku sayang berada di dekatku, aku dan dia dulu sering melakukan hal ini bersamanya, saperti ritual khusus” Delvi tertawa pelan. “dia sangat berharga bagimu?? Berarti kamu sudah pernah datang kesini??”
“aku berasal dari sini. Tapi semenjak dia di kabarkan meninggal karena sebuah kecelakaan. Aku pergi dari sini karena tak kuasa menahan perasaan sedih yang terus menggerogoti batinku, berharap kenangan bersamanya akan terhapus, dan aku bisa bangkit dari keterpurukan karena kehilangan dia.” Delvi menunduk mengenang kenangan indah masa lalunya. “lalu kenapa kamu kembali kesini?”
“aku sadar, ternyata cara yang aku pakai tidak berhasil. Masih saja terngiang di benakku kenangan gadis itu. Baru 3 bulan aku disini, setelah selama 2 tahun hidup bersama kedua orang tuaku. Mereka memutuskan untuk pindah karena kondisiku yang pada saat itu tidak memungkinkan untuk meneruskan study disini”
“itu alasannya kamu kembali kesini?”
“ya…. Berharap batinku bisa sembuh disini, mencoba melihat kedepan.”
Tara menatap heran kepada Delvi, dia seakan bisa merasakan perasaan Delvi, hati Tara seakan terisi kembali saat Delvi ada di dekat Tara, Tara seakan menemukan sesuatu yang telah hilang darinya, sesuatu yang terlupakan.
‘perasaan apa ini?? Aku merasa rindu padanya,, sosok yang sempat hilang dari hidupku.’
Tiba-tiba kepala tara merasa pusing, Tara memijat pelan pelipisnya, dan tiba-tiba Tara tak bisa merasakan apa-apa.
*******
“Ra….. Tara…. Tara bangun Ra……”  Tara terbangun dengan sedikit pusing di kepalanya. Suara Dirga membuat Tara terbangun dari pinsannya.
“diaman aku??”
“di apartemen Ra..” jawab Dirga sambil menyodorkan teh coklat susu kesukaan Tara.
“kok aku disini, bukannya tadi aku pergi sama Delvi…” Tara mencoba untuk bangun dan bersandar di tempst tidur, Dirga membantunya. “iya…. Tapi tiba-tiba kamu pinsang, trus dia bawa kamu pulang, dia tadi telfon aku pas aku ada kuliah, setelah aku selesai, aku langsung pulang” jelas Dirga. “mana Delvi???”
“kamu diapain sama Delvi, kok tiba-tiba kamu bisa pinsan. Kamu gak pernah gini sebelumnya, kamu dijahatin sama dia?? Bilang aja sama aku, aku bakalan tonjok dia kalau dia jahat sama sahabatku yang satu ini” Dirga mulai menunjukan kekhawatirannya pada Tara. “sudah diam kamu…… dia gak ngapa-ngapain, aku juga gak tahu kenapa, tiba-tiba kelebatan aneh muncul di fikiranku, aku gak tahu persisnya, dan tiba-tiba aku merasa pusing. Jadilah aku pinsan” jelas Tara sambil menyeruput teh coklat susu buatan Dirga.
“ga……” Tara menjauhkan gelasnya dari wajahnya. “apa Ra????”
“kamu capur apa minuman ini???” Tara mulai mengeryitkan dahi. “ya jelas teh sama susu Tara.”
“yakin kamu????”
“of course”
“aku kok merasa ada aroma mint ya…..” Tara langsung memalingkan wajah ke arah Dirga, dengan dahi berkerut.
“oh itu,,hmmm…… sory Ra,,, tadi aku nyoba jus jeruk tak kasih mint… katanya anak-anak enak, trus sendoknya habis tak pake aduk jusku, tak pake ngaduk tehmu... terasa banget ya??”
“Dirga bodoh………… bersihin dulu sendoknya, disiram air dulu kan bisa,, gak enak nih…. Harusnya manis, jadi berasa apaan nih….. campur aduk…. gak enak…”
“ya maaf Ra... aku kan tidak tahu kalu efek aroma mintnya kuat banget” Dirga menunduk bersalah. “iya deh….. terserah kamu…… eh…. By the way, aku di apartemennya sapa??”
“apartemen aku,,, kenapa???”
“aku pengen tidur…Aku tidur sini ya…. Kamu tidur aja di apartemenku, kuncinya ada di tas” Dirga yang diperintah hanya melongo mendengar perintah sang sahabat.
‘enak banget kamu nyuruh-nyuruh aku…’ gerutu Dirga dongkol, tapi dia memaklumi sahabatnya yang sangat dia sayangi. Dirga tertawa kecil. “ngapain kamu ketawa?” tanya Tara heran. “nothing…..”
Tanpa banyak protes, Tara langsung melingkupi tubuhnya dengan selimut milik Dirga. Pernah terfikir di benak Tara, bahwa Dirga adalah orang yang sangat ia sayangi, Tara sadar, bahwa dia sangat sayang pada Dirga, tapi semua itu hanya sebatas sahabat yang selalu ada untuk Tara, Tara tidak bisa membohongi dirinya sendiri bahwa Tara tidak bisa mempunyai perasaan lebih kepada Dirga.
******
Nyanyian dari kicauan burung di pagi hari membangunkan Tara dari tidurnya, dan sinar sang surya yang menerpa wajahnya, menambah hangatnya suasana pagi hari. Tara bangkit lalu bersandar di pinggir tempat tidur, Tara mengambil nafas panjang, dan meghembuskannya kembali. Hari ini Tara tidak ada jadwal kuliah, hari ini rencananya dia akan pergi untuk sekedar memotret untuk menghilangkan rasa jenuh pada dirinya. Saat dia akan pergi untuk mencari kameranya, dia melihat sekelilingnya, dia merasa ada yang salah.
“kok begini sih…..” Baru sadar saat Tara berjalan kearah dapur. Disana ada segelas susu, dan roti bakar keju, ini juga salah satu sarapan faforit Tara, tapi dia hanya bisa membuat semua itu, jika Tara benar-benar tidak ada kerjaan yang menanti, dan hanya ada satu orang yang tahu jauh tentang Tara, detail sampai ke roti bakar ini, hanya ada satu…
“terima kasih….. Dirga….” Tara berbicara dengan lirih, dan dengan diikuti simpul kecil di bibinya. Tiba-tiba Tara melihat secarik kertas yang penuh dengan tulisan tangan seseorang.
‘selamat pagi nona cantik….. ini roti bakar kesukaanmu, kamu sudah lama tidak makan ini, aku tahu itu, kamu selalu sibuk dengan semuanya, entah memikirkan apa. Entah masalah ataupun apa saja. Makanlah, aku hanya berharap rotinya belum dingin saat kamu bangun dan ingin memakannya. Aku ada jadwal kuliah pagi, sementara kamu gak ada jadwal, kuncinmu di tasmu. Aku pergi.’
Tara hampir saja tertawa terbahak-bahak karena sikap Dirga yang sedikit tak terduga, Dirga yang punya kepribadian sedikit keras namun berhati lembut itu, tidak pernah melakukan ini pada Tara. Tara jadi heran kenapa Dirga bisa sampai seperti itu padanya, Dirga sangat perhatian pada Tara, walaupun Tara dan Dirga tahu kalau mereka hanya sebatas teman.
Akhirnya Tara menikmati hidangan istimewa yang telah dibuatkan oleh Dirga. Tara berencana kalau hari ini dia akan pergi lagi ke sungai Ryth, dia ingin sekali merasakan perasaan damai yang selama ini membuatnya tegar dari semua masalah yang tengah menimpanya.
**********
“aku sangat berharap kalau Tara akan menerima pernyataan cintaku, aku udah sahabatan lebih dari 4 tahun, sebentar lagi kita lulus, aku Cuma gak mau kalau suatu saat nanti, jika aku terpisahkan dengannya,,,, tapi semoga tidak, kalo sampai pisah, aku gak pengen Tara belum tahu tentang perasaanku” curhat Dirga pada Thio, teman sekelas, yang juga sering saling berbagi cerita tentang apa saja. 
“yasudah, kamu tembak aja tu Tara, masa kamu gak ditrima, kamu kan udah deket sama dia lama banget, Tara pasti juga punya perasaan sama kamu”
Thio adalah mahasiswa dari kota sebelah,yang memiliki kepribadian yang sangat berbeda dengan Dirga. Namun  Dirga bisa menyesuaikan diri, tak heran karena mereka sudah berteman selama hampir 4 tahun.
“rencananya aku ingin ngomong ini pada Tara, tapi tak tahu kapan” kata Dirga lesu. “semakin cepat semakin baik” jawab Thio cepat.
Setelah bercerita hampir satu jam dengan Thio, Dirga mulai memikirkan kapan akan menyatakan perasaannya pada Tara, karena Dirga takut kalau Tara akan menolak Dirga. Dirga memang punya beberapa sifat yang sangat berbeda dengan Tara. Jika Tara punya sifat yang suka mengambil resiko, sementara Dirga adalah anak yang riskan sekali dengan resiko. Dia lebih sering memilih tidak mengungkapkan atau melakukan hal yang di takutinya tidak sesuai dengan harapannya daripada mengambil resiko.
Dirga sudah memikirkan matang-matang tentang rencananya untuk menyatakan cintanya pada Tara. Dirga sudah memikirkan bagaimana acara itu akan berlangsung. Berusaha agar semuanya bisa membuat Tara senang dan juga bisa memberi kesan pada Tara akan sesuatu kenangan yang tak pernah terlupakan.
********
Dirga sudah merencanakan apa yang akan dia berikan pada Tara, tapi dia masih belum berani mengungkapkan. Hari ini Tara ngajak Dirga keluar makan malam, katanya sebagai ucapan terima kasih atas bantuannya kemarin.
Setelah sampai di Restauran tempat janjian, Dirga langsung memilih tempat duduk dan memberitahu Tara letak bangkunya. Setelah sekian menit yang di rasa telah berjam-jam menunggu, akhirnya terlihat seorang gadis Asia berkulit pucat membuka pintu restaurant, namun Dirga terkejut, Tara tak sendirian, siapa yang bersamanya?? Nafas Dirga tercekat, jantungnya berdegup kencang. Perasaan apa ini.
“Dirga..... hai..... udah lama??” Dirga kaget dan berdiri dengan tergopoh. “Gak kok Ra,, barusan, kamu tahu sendiri tadi aku sms kamu, itu aku baru sampai disini” mata Dirga tak lepas dari cewek dihadapannya.
“kau benar. Oh ya..kenalkan... ini kimmy” Tara mengenalkan cewek yang berada di sampingnya kepada Dirga. “hai.... Dirga” Dirga menjabat tangan kimmy dengn gugup. “Kimmy”. Kimmy menyunggingkan senyum tipis pada Dirga.
“dia sepupuku aku yang datang dari Paris. Dia kesini untuk melanjutkan sekolahnya, katanya dia tidak suka disana, dan tenang saja, dia fasih bahasa kita” Tara menjelaskan singkat tentang Kimmy yang baru saja dia kenalkan pada Dirga. “ohh.... baguslah...” Dirga hanya bisa berbicara dengan gelagapan dan tersenum ramah. Mereka lalu duduk.
“haii.... aku pindah kesini karena masalah pribadi sebenarnya,,, mohon bantuannya...” Kimmy membuka percakapan. “bantuan?” Dirga kaget lalu menoleh pada Tara.
“jadi begini Ga, Kimmy usianya sama dengan kita, dengan kata lain dia seangkatan sama kita, aku sudah mengurusi surat kepindahannya, dan aku meminta agar dia sejadwal sama kamu, dia juga mengambil jurusan teknologi sama seperti kamu” Tara coba menjelaskan, sambil semua memesan makanan. “jadi intinya, aku yang megang tanggung jawab??”
“singkatnya begitu, kamu cuma harus membantu adaptasi Kimmy kok” Tara menjawab acuh lalu menunjuk satu menu dalam lembar menu kepada pelayan restoran. “oh.... iya.... aku ngerti...”
“kamu sanggup??” Tanya Tara
“sanggup kok.... tenang saja”
“maaf ya merepoti kak Dirga.....” Kimmy yang sedari tadi diam memperhatikan 2 orang itu bicara, kini angkat bicara juga.
Sedari Tara datang sampai makanan yang mereka pesan hampir habis, Dirga hanya menatapi Kimmy yang berada didepannya, sampai-sampai dia lupa akan rencananya untuk mengungapkan perasaannya kepada Tara. Love at first Time, mungkin itu yang bisa diibaratkan untuk Dirga. Semenjak pertama kali kenal dengan Kimmy, Dirga langsung tertarik pada gadis itu.
***********
Kimmy diterima di universitas ini dengan syarat harus bisa memenuhi kriteria dan ujian-ujian yang diberikan dosen dengan nilai yang tinggi. Kimmy adalah anak yang cerdas, apalagi dia juga pindahan dari Paris, disana materi mungkin jauh berbeda, namun lebih bagus di Paris, sehingga dia disini bisa mengerti materi yang disampaikan dengan cepat. Dirga-pun tak perlu banyak-banyak mengajari Kimmy, karena Kimmy bisa menangkap cepat materinya.
“ra. kamu gak puny.. uuupppssss.... maaf” baru saja Dirga membuka pintu apartemen Tara, kata-katanya langsung terputus karena melihat Kimmy hanya memakai tank-top dan hot pen. Tara dan Kimmy menoleh. “Dirga.....” Tara menoleh kearah pintu yang terbuka.
“maaf Kimmy, aku gak bermaksud lihat kamu kok” Tara tertawa terbahak-bahak. “Dirga.... duduklah dulu.. hem..begini... Kimmy sudah kebiasaan hidup di Paris yang pakaiannya serba minim, aku tadi sudah nyaranin dia untuk pake baju yang lebih panjang atau tertutup, tapi dia pikir kan ini didalam apartemen, jadi gak akan ada yang melihat”
“ohh..... kalau begitu, aku harus membiasakan mengetuk pintu apartemenmu sebelum masuk”
“gak usah. terserah kamu aja,, Kimmy hanya beberapa hari disini. Dia akan pindah ke apartemen dibawah kalau pemilik yang lama pindah, katanya kan pemilik apartemen di bawah mau pindah.”
“maaf ya kak.......” Kimmy menyahut. “gak papa kok Kim”
“Kimmy.... Dirga gak terlalu suka anak yang terlalu vulgar, jadi kakak harap kamu bisa menyesuaikan di modsey, pakaian minim itu gak baik.... singkatnya kalau kamu mau menggaet hati Dirga, kamu harus bisa menyesuaikan diri dengan Modsey.” Tara menyeloteh panjang lebar, namun mata Kimmy hanya tertuju pada Dirga.
“kakak apaan sih......” Kimmy langsung tersipu begitu mendengar ejekan Tara. Dirga gak kalah merona pipinya karena malu karena kata-kata Tara. “tara kamu apa-apaan sih.. hem.. kamu punya jus jeruk gak?? Persediaanku abis...”Dirga mulai mengubah haluan sebelum wajahnya semakin terlihat seperti kepiting rebus.
“kamu tadi keisni mau minta itu?? Ya ampun Ga..... ada kok... gimana kalau sekalian makan disini? Aku tadi memang mau ajak kamu makan malam disini, sekalian makan bareng Kimmy sebagai perayaan selamat datang..”
“apaan sih kamu Ra..... “ semuanya langsung tertawa bersama, Dirga menerima penawaran Tara untuk makan malam di apatemennya, berunutnglah Dirga, karena rencananya dia akan pergi keluar mencari makan.
***********
Sudah hampir setahun Kimmy sekolah di Unversitas di Paras, itu berarti juga kalau mereka akan lulus, Kimmy, Tara, Dirga, juga Delvi sedang menyusun skripsi untuk ujian akhir mereka, tak jarang sekarang Kimmy dan Dirga saling berbagi untuk ujian. Kali ini, Dirga tidak akan menggangu Tara lagi, karena sudah lama Kimmy pindah ke apartemen bawah, sekarang perasaan Dirga kepada Tara hilang, dia baru sadar bahwa Tara hanya sahabat yang selalu ada untuknya. Kini dia sudah menemukan pujaan hatinya, Kimmy. Dirga juga mejadi semakin dekat dengan Kimmy, begitu pula dengan Tara dan Delvi, mereka memang tak sedekat Kimmy dan Dirga, tapi Delvi sangat protective pada Tara semenjak Tara pinsan di Taman Shine. Mereka berempat sekarang menjadi teman baik.
***********
“gimana skripsimu? Diterima??” Tanya Tara pada Dirga “Beres Ra..aku merasa lega... gimana kamu??”
“diterima juga..... aku deg-degan banget waktu masuk ruang dosen buat ujian... huft.... akhirnya selesai ya kita....”
“kamu bener Ra. Kita tetep bisa kayak gini gak ya kalau kita pisah??” tanya Dirga, sambil menundukkan kepala memandang lantai yang dia telusuri. Tara dan Dirga menyusuri koridor kampusnya, mereka bertujuan akan ke ruang ujiannya Kimmy dan Delvi yang tempatnya memang berjauhan dengan tempat Tara dan Dirga ujian. Namun belum sampai di tempat tujuan, Kimmy sudah berlari dan tiba-tiba memeluk Dirga sampai Dirga terdorong beberapa langkah kebelakang. “aduh..ada apa ini??” Dirga bingung karena tiba0tiba di peluk Kimmy. “aku lulus kak...”
“santai kawan....” melihat Kimmy dan Dirga berpelukan, membuat Tara jadi salting, dia celingukan melihat kesekeliling mencari Delvi.
“delvi mana Kim?” Tanta Tara sembari melihat sana-sini mencari Delvi. “ehmmmm.... dimana yaa...“ Kimmy malah tertawa mwlihat kakak ponakannya bingung mencari Delvi.
“mencari saya nona??”suara Delvi mengagetkan Tara, tiba-tiba saja Delvi sudah berada di belakang Tara.
“kamu..... bagaimana??” tanya Tara langsung setelah Delvi ada di belakangnya. “ehm. Lulus...” Delvi tertawa puas. Mereka berempat kahirnya berpelukan bersama.
“bagaimana kalau besok malam selesai wisuda kita keluar?makan bersama gitu....gimana??” tawar Dirga. “oke.....” semua serempak menyetujui usulan Dirga.
************
“bersulang.......” semua menyeruakkan kata yang sama. Walaupun hanya jus jeruk yang dipakai bersulang, tapi tetap saja menjadi hal menyenangkan bagi keempat orang ini. Mereka sengaja tak memesan makanan sulu, tapi minuman dulu, itu karena mereka ingin lebih lama bersama. Kalau makanannya datang, pasti harus segera dihabiskan, dan setelah itu, pasti ujung-ujungnya pulang.
“permainan.....” Delvi bersuara. “permainan apa??” Kimmy menyahut. “terserah... gak seru kalau tidak main dulu....” Dirga terdengar sangat antusias. Lalu menanmbahkan.
“gimana kalu.... cerita tentang cinta kalian??” usul Dirga dengan yakinnya. “bilang aja kamu mau ngambil inspirasi buat nembak Kimmy” Tara menggoda.
“bukan begitu.... Cuma ingin tahu aja... hmmmm ladies first...” Dirga tersenyum. “oke....oke... aku dulu.....” Tara mengambil alih dan meneruskan.
“gak ada yang bisa di ceritain, aku tak punya riwayat cerita cinta, tahu sendiri aku tidak pernah dekat dengan cowok” Tara mulai menceritakan kematian ibunya. Lalu setelah selesai, Kimmy selanjutnya. Terungkaplah semua kenapa Kimmy pindah kesini, karena disana, Kimmy punya seorang pacar, dan ternyata pacarnya selingkuh dengan sahabatnya sendiri, hati Kimmy yang masih dipengaruhi darah Modsey yang lembut, membuat Kimmy tak rela mengalami semua itu. Walaupun hal itu sudah sering terjadi di Paris, namun hal itu tak biasa bagi Kimmy, itulah kenapa dia pindah Paras. Yang ketiga adalah Dirga, dia menceritakan bagaimana perasaannya kepada Tara, waktu ini adalah waktu yang sempat membuat tegang, tapi ternyata semua kembali normal, karena memang tak ada perasaan lebih diantara Dirga maupun Tara, Dirga juga menceritakan tetatang keengganannya berpisah dengan sahabat terbaiknya itu, dia juga menceritakan rencana mengungkapkan perasaannya pada Tara yang gagal karena bertemu dengan Kimmy yang ternyata dialah cinta Dirga yang sesungguhnya. And finally, Delvi, saat dia bercerita, tak ada yang berani menyangkal seperti sebelumnya, semua tegang mendengarkan ceritanya. Saat itu juga ketepatan makanan yang mereka pesan datang, sehingga besar alasan untuk diam saat Delvi cerita.
“aku dulu tinggal disini. Dan aku dekat dengan seseorang cewek namanya Nara, dia adalah cinta sejatiku, namun saat dia pergi dengan orang tuanya, dia mengalami kecelakaan yang membuatnya harus kehilangan nyawanya,dikabarkan tak ada yang selamat dari peristiwa tersebut, aku yang tahu hal itu langsung depresi berat, bahkan orang tuaku memutuskan untuk pindah dari Paras karena kasihan melihatku, namun ternyata, kepindahanku tak berefek banyak. Cewek itu tetap saja tak mau hilang dari fikiranku”
“terus bagaimana perasaanmu setelah kembali kesini?” hanya Dirga yang berani bertanya pada Delvi.
“disini aku menemukan seorang cewek yang mirip sekali dengan Nara, aku merasa ingin sekali melindungi cewek itu agar tak bernasib sama dengan Nara, aku ingin seluruh jiwaku hanya untuk melindunginya.”
Saat di tengah-tengah bercerita, Tara tiba-tiba mendesah sambil memijit pelipisnya “kamu kenapa lagi Ra??” tanya Dirga khawatir.
“gak pap Ga,, hanya pusing sedikit.” Jawab Tara singkat, lalu Dirga lanjut bertanya pada Delvi.
“bagaimana kalau cewek itu bukan untukmu, bagaimana kalau ada orang yang lebih ditakdirkan untu melindunginya??” Pertanyaan Dirga tersebut langsung tertancap di otak Delvi, dia tak bisa berfikir tentang jawaban pertanyaan terebut.
“aku tak tahu....” suasana langsung hening sebentar, saat suara handphone Delvi memecah keheningan. Dirga menerima telepon dan sedikit  menjauh dari tempat mereka berkumpul, namun tak lama Delvi langsung kembali.
“aku harus pergi, ada sedikit kekacauan di kantor omku. Tara, kamu tidak apa aku tinggal??”
“gak papa kok, aku juga udah selesai makan.”
“kamu ga papa pulang sendiri? Aku harus mengantar Kimmy ke rumah temannya untuk mengambil barangnya yang dipinjam.” Dirga menimpali. “tidak apa-apa kok, aku juga biasanya pulang sendiri..”
“maaf ya... kalau sempat, aku akan kembali kesini dan mengantarmu pulang” Delvi menawarkan jasa. “tak apa Delvi....”
Mereka berempat akhirnya pulang, setelah dari luar, Delvi langsung memacu motornya pergi, sementara Kimmy dan Dirga pergi ke arah yang berlawanan. Tinggal Tara sendiri yang harus pulang jalan kaki menyusuri keramaian kota.
“untung tempatnya tak jauh, jadi aku tak perlu jalan terlalu jauh.”
Setelah hampir 10 menit berjalan, Tara sampai di gang menuju apartemennya, namun setelah keluar gang dan akan lanjut ke jalan besar, tiba-tiba sekawanan berandalan menghadang Tara.
“halo....nona.... mau kemana kamu...??”
“lepaskan aku....” tara mencoba melepaskan genggaman tangan salah satu brandalan itu. “kau mabuk....” bentak Tara
“ayolah nona..... jangan buru-buru pulang.. pesta belum selesai....” Tara mulai menggigil, tubuhnya gemetar ketakutan, sekarang dia menghadapi 4 orang brandalan sendirian. Tara mecoba menghindar, tapi 4 orang itu terus mengganggunya. Sampai brandalan itu mulai mengelus pipi Tara.
“jangan sentuh aku bodoh....” brandalan itu langsung menurunkan tangannya, sepertinya sumpah serapah Tara berhasil membuat Brandalan itu menjauhkan tangannya dari wajahnya.
PLAAKKK.....
Tara langsung tersungkur begitu tangan kekar menghantam wajahnya, kepalanya terbentur tembok di belakangnya. Kepalanya mulai pusing, kesadarannya juga mulai goyah, namun dia masih bisa mendengarkan suara orang berteriak. “Delvi....” ucapnya lirih. “jauhi dia.....” terdengar bentakan Dlevi yang lebih garang. Tara bangun sambil bersandar pada dinding di belakangnya, dia bisa melihat Delvi menghajar satu-persatu brandalan yang tadi mengganggunya, walau begitu, Delvi juga terkena beberapa tinjuan sampai dia tersungkur ditanah, Tara tak bisa melakukan apa-apa, kepalanya masih sangat pening untuk bisa membantu Delvi. Tapi Tara lega Delvi bisa menghajar 4 brandalan tersebut. Namun tak lama, salah satu brandalan itu bangun sembari mengambil kayu di sebelahnya, Tara menguatkan diri untuk melangkah mendekati Delvi, berupaya membantunya, tapi sebelum Tara sempat membantu Delvi, hanya kurang beberapa langkah saja, kayu ditangan brandalan itu sudah mendarat di punggung Delvi, Delvi langsung tersungkur di tanah.
“Delvi.. tidak......” Tara juga ikut ambruk ketanah saat dia merasakan bahunya dihantam sesuatu. Samar-samar dia melihat keempat orang itu berlari menjauh, dan dia melihat seseorang berlari mendekati Tara, sekelebat potongan bayangan muncul di fikiran Tara,hal ini malah membuat kesadarannya mulai hilang.
************
“Delvi.......” Tara tiba-tiba terbangun dan meneriakkan nama Delvi, hal ini membuat Dirga ikut terlonjak kaget.
“kenapa Tara?? Ada yang sakit.... untunglah kamu sudah sadar” Dirga mendekati tempat tidur Tara. Tara memijat-mijat pelipisnya.
“kamu kenapa??” tanya Dirga khawatir. Bayangan itu semakin jelas di benak Tara, bayangan orang yang selalu hadir di fikiran Tara. Kini Tara bisa melihat dengan jelas wajah orang itu. “Delvi.... dimana Delvi.....”
“dia ada di ruang sebelah, luka karena pukulan kemarin cukup parah, jadi dia dirawat secara intensif”
“bawa aku ke tempatnya....” Tara langsungg turun dari ranjang dan langsung berjalan tergopoh keluar. Dirga yang tak bisa berbuat apa-apa, langsung membantu Tara berjalan menuju kamar Delvi.
*********
“delvi.... aku ingat semua..... bangunlah delvi.....” Dirga yang tak tahu apa-apa hanya diam melihat sahabatya kini sedang menangis di hadapan orang yang belum sadar. Delvi masih di oksigen karena kondisinya yang lemah, dan baru saja melewati masa kritis.
“bangunlah Delv... aku masih hidup.... aku ada disini....”
Tara menangis melihat orang yang dia sayang sedang kritis karena ingin menyelamatkannya.
“kamu ingat?? Kita sering pergi ke sungai Ryth berdua,, kita sering memandang mentari terbenam kamu ingat?? Kita pernah pergi ke pantai, melihat matahari terbenam, waktu itu ulang tahunku, kamu ingat khan?? Aku yang kamu cari Delv, aku Sandy, aku selamat dari kecelakaan itu, aku hidup Delv.... Aku hidup.... aku mohon buka matamu.....” air mata Tara tak kuasa untuk tetap terjaga di kelopak matanya, air matanya indah menari dipipinya.
Dirga menegakkan tubuh,
‘apa yang dia bicarakan, aku gak pernah tahu dia keluar ke pantai bareng Delvi, dia selalu cerita ataupun ijin ke aku kalau mau pergi bersama Delvi bahkan kadang aku juga di ajak, apa Tara masih belum sepenuhnya sadar ya? Jadi dia menghayal?’
Tiba-tiba tangan Delvi mulai bergerak, Dirga hanya bisa tertegun melihatnya. Tara tersenyum lebar, Delvi sadar.
************
Mungkin karena pukulan salah seorang brandalan itu, membuat Tara mengingat kembali hal-hal yang telah ia lupakan. Kitara Adida. Dialah Sandy yang dulu bersama Delvi,nama Sandy merupakan nama panggilan Tara, Tara saat itu tidak mau di panggil Sandy, dan tetap bersi keras bahwa namanya adalah Tara, itulah kenapa ayahnya membiarkannya memakai nama Tara dan menjadi kebiasaan baru. Dan Delvi, adalah bagian yang hilang dalam dirinya, bagian yang terlupakan. Orang yang dahulu sangat dicintainya.
Setelah beberapa minggu dirawat dirumah sakit, akhirnya Delvi diperbolehkan pulang, dan akhirnya Delvi dan Tara bersama lagi, sekarang tak ada lagi yang bisa memisahkan mereka. Setelah keluar dari rumah sakit, Delvi langsung mengajak Tara pergi ke sungai Ryth, dan melihat matahari terbenam bersama.
Dirga dan Kimmy?? Mereka bekerja di satu kantor di Australia, mereka diterima sebagai kontrol unit perkembangan teknoogi disana. Keempatnya tetap mejalin hubungan, dan tak pernah terpisahkan. Sampai akhirnya mereka menikah di waktu yang sama. Double wedding. Semua keluarga Tara, Kimmy, Dirga, dan Delvi berkumpul merayakan kebahagiaan.


End
By : Alia Anastasya

2 komentar:

  1. judul aslinya bukan ini deh kayak e :)
    asli keren..

    BalasHapus
  2. asli kok faa.... keren yaa judul.ee..... :)
    pas dapet inspirasi penuh iki....

    BalasHapus